Selasa, 30 Desember 2008

Ayolah Teman, Lebih Giat Meneliti!


Oleh: M. Afif Hasbullah 
  Dalam kunjungan kerjanya pada tanggal 27 Desember lalu di Unisda Lamongan. Dir DP2M Prof. Dr. Muhammad Munir menekankan pentingnya penelitian bagi para dosen. Beliau kecewa dengan masih banyaknya dosen di tanah air yang enggan meneliti. Oleh karenanya, setiap beliau kunjungan ke kampus-kampus pasti yang ditanyakan pertama kali adalah berapa dosen yang lolos proposal penelitiannya di dikti?, dan pertanyaan pada level apa mereka memperolehnya? Penelitian dasarkah, penelitian dosen mudakah atau penelitian lain yang lebih tinggi level tingkatan dan dananya.
  Hal itu pula yang dikatakan oleh Direktur ketika di Unisda. Begitu datang, langsung tanya, “mana dosen-dosen, mungkin saya bisa bicara dengan beberapa di antara mereka?”. Ketika ditanya oleh pak Maskub, “mohon maaf Prof, untuk kepentingan apa kalau boleh tahu?”. “Saya ingin tanya mereka, kalau meneliti kesulitannya di mana?, dan bila masih enggan apa permasalahannya?”, demikian papar Prof. Munir.
  Saya perintahkan pada Pak Maskub untuk langsung memanggil kepala LPPM Pak Yahya untuk merespon permintaan Pak Direktur. Syukurlah, di antara kesibukan wisuda hari itu, Pak Yahya menyempatkan diri untuk memenuhi panggilan Pak Direktur. Didampingi beberapa dosen, kami menyimak arahan Pak Direktur mengenai tanggungjawab perguruan tinggi khususnya dosen untuk aktif meneliti.
  Dari apa yang dibicarakan dalam forum komunikasi bersama Pak Direktur tersebut, dapat diambil saripati mengenai bagaimana penelitian di perguruan tinggi dapat dipahami dan dilakukan, saya mencatat beberapa hal sebagai berikut:
1. Penelitian adalah bagian dari Tridharma perguruan tinggi
Sebagaimana diketahui, bagian terpenting dari keberadaan tugas dan fungsi suatu perguruan tinggi adalah terdapat dalam Tridharma Perguruan Tinggi. Isinya mengenai pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Ketiga fungsi tugas itu harus dilaksanakan, ketiganya juga merupakan fungsi yang satu sama lain saling berkaitan. Tidak bisa suatu perguruan tinggi hanya melaksanakan sebagiannya saja.
2. Penelitian juga Kewajiban dalam al Quran
Perintah meneliti juga termaktub dalam al Qur’an dalam beberapa ayatnya. Ayat yang menjelaskan Ulul Albab (disebut 16 kali dalam al Qur’an) misalnya dengan jelas menyatakan ciri-ciri ulul albab yang bersungguh-sungguh menggali ilmu pengetahuan yakni menyelidiki dan mengamati semua rahasia wahyu (al-Qur’an maupun gejala-gejal alam), menangkap hukum-hukum yang tersirat di dalamnya, kemudian menerapkannya dalam masyarakat demi kebaikan bersama. Allah berfirman, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (cendekiawan), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS, Ali Imran, 190-191). Menurut Ibn Katsir, selain mampu memahami fenomena alam dengan segenap hukumnya yang menunjukan tanda-tanda keagungan, kemurahan dan rahmat Ilahi, ulul albab juga seorang yang senantiasa berdzikir dan berpikir, yang melahirkan kekuatan intelektual, kekayaan spiritual dan keluhuran moral dalam dirinya.
3. Memahami Tridharma dengan Keutuhan
Tridharma perguruan tinggi harus dipahami dengan keutuhan. Elemen pertama, kedua dan ketiga bukanlah urutan dalam implementasinya. Semua harus dikerjakan bersamaan. Seringkali pemahaman salah yang memisahkan dan mengurutkan seperti itu menyebabkan aplikasi penelitian menjadi dikesampingkan dan di nomor duakan.
4. Memulai meneliti dengan Keberanian
Seringkali para sivitas akademika merasa ragu bahkan takut kalau proposalnya ditolak sebelum mengajukan proposal. Hal ini mengakibatkan terhambatnya kreatifitas dan kompetensi seorang dosen dalam meneliti di masa yang akan datang. Rasa takut yang tidak perlu dipelihara itu hendaknya digantikan dengan keberanian. Dengan keberanian, maka akan dapat diketahui apakah akan berhasil atau tidak. Kalaupun gagal maka si dosen akan mengetahui dimana letak kesalahan dalam penulisan proposalnya. Sehingga pada saat berikutnya ia akan dapat memperbaiki bentuk tulisannya. 
5. Jangan Takut Salah Ketika Mengajukan Proposal
Pokoknya ajukan saja, kata pak Direktur. Dengan mengajukan itu, bila gagal masih ada hikmah dan pelajaran yang dapat diambil yakni review atau koreksi atas kesalahan yang ada. Bukankah pelajaran yang baik itu juga dari melakukan hal-hal yang salah kemudian kita berusaha memperbaiki, belajr dari konret pengalaman sehari-hari (praktik) tentu lebih utama dari pelajaran sekadar teori semata.
6. Dukungan Institusional sangat Penting
Sejauh mana dukungan institusi (perguruan tinggi) menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan penelitian. Tanpa peran serta perguruan tinggi mustahil program tridharma dapat berjalan sukses. Oleh karenanya, perguruan tinggi harus bikin model yang dapat mendorong dan merangsang kalangan sivitas akademika untuk meneliti. Rangsangan itu dapat berupa, pertama, fasilitasi kelembagaan yang khusus mengurusi penelitian, misalnya dengan membentuk Lembaga Penelitian; kedua, fasilitasi sarana untuk menyebarluaskan hasil-hasil penelitian, misalnya dengan membuat jurnal penelitian atau jurnal ilmiah yang menampung hasil karya penelitian sivitas akademika; ketiga, melengkapi sarana kampus yang menunjang terselenggaranya penelitian dengan baik, dalam hal ini dapat melengkapi kampus dengan fasilitas laboratorium yang dapat dipakai sebagai uji lab atas apa yang dilakukan peneliti; keempat, rangsangan kesejahteraan, setiap perguruan tinggi yang ingin mendorong agar kapasitas penelitiannya meningkat dapat membuat sistem bonus atau penghargaan materi atas dosen yang melakukan penelitian, menulis di jurnal, dan menerbitkan buku; kelima, fasilitasi atas ketidakmampuan yang diakibatkan oleh kendala teknis maupun teoritis dalam melakukan penelitian, hal ini biasanya dapat diikuti dengan semacam pelaksanaan workshop maupun klinik untuk pengembangan potensi ketrampilan sivitas dalam meneliti.
7. Nikmatnya Meneliti
Jika para dosen telah sering proposalnya lolos di dikti, maka pasti akan merasakan nikmatnya penelitian. Tentu tidak hanya nikmatnya merasakan updating keilmuan yang dimiliki atas hasil penelitiannya, namun disamping itu pasti akan merasakan pula nikmatnya honor dan kesejahteraan yang didapat dari dana penelitian yang dimenangkannya. Mungkin para dosen justru akan segan untuk banyak-banyakan SKS mengajar, tapi akan lebih memilih proporsionalitas dalam melakukan tugas-tugas tridharma dalam satu posisi yang imbang pada tiap komponennya. Mungkin, mengajar hanya 6 sks, selebihnya yang 6 sks lagi dipakai untuk penelitian dan pengabdian masyarakat. Bagaimana tidak nikmat, karena hibah penelitian ada yang berniliai 500 juta per proposal, 250 juta per proposal, 50 juta per proposal, sampai yang 10 juta per proposal.
8. Meneliti dan Update Ilmu Pengetahuan
Kegiatan tridharma adalah satu kesatuan, tidak ada yang lebih tinggi satu komponen disbanding komponen lainnya. Di sisi lain, kegiatan pengajaran harus dilaksanakan secara dinamis dengan memperhatikan kesesuaian materi yang disampaikan dengan kondisi perubahan masyarakat, lingkungan dan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Hampir dapat dapat dipastikan, dosen yang tidak pernah melakukan penelitian berarti sama saja tidak pernah berusaha untuk menguji ilmu pengetahuan yang disampaikannya ke mahasiswa melalui proses meneliti. Akibatnya, dapat dibayangkan bahwa perkuliahan menjadi monoton. Materi dua-tiga tahun sebelumnya akan sama dengan dua-tiga tahun ke depannya. Ini sangat merugikan mahasiswa dan membosankan peserta kuliah.
9. Dosen yang tidak bisa meneliti tidak berhak membimbing Skripsi
Kata Pak Direktur DP2M, “Dosen yang main coret sana sini tapi tak pernah ngajukan penelitian, itu sama saja seenaknya sendiri. Belum tentu, walau ia main coret sana sini pada proposal mahasiswa bimbingannya, ketika mengajukan proposal penelitian ke Dikti langsung lolos”. Oleh karenanya, secara moral mestinya tidak berhak membimbing mahasiswa. Karena dirinya sendiri juga tidak pernah meneliti. Kalau sudah tidak bisa meneliti, maka kuliah lagi itu lebih baik, agar biasa meneliti.
10. Menyayangkan dosen ngobyek
Dosen ngobyek (atau ngojek?) berate belum dapat mendudukkan tridharma dalam satu kesatuan utuh. Karena ia hanya mengejar satu aspek, pengajaran, sedangkan yang lain ditinggalkan atau minimal dikesampingkan. Akibatnya yang ada adalah banter-banteran jatah sks mengajar atau mengajar di banyak tempat. Akibat lanjutannya adalah kesempatan dan waktu untuk penelitian menjadi terkesampingkan, karena waktunya lebih banyak digunakan untuk mengajar. Padahal dosen yang aktif meneliti, hampir pasti tingkat kesejahteraannya akan lebih baik dari dosen yang tidak punya pengalaman meneliti.
11. Semua Komponen perguruan tinggi punya mainan sendiri-sendiri
Dikti telah membuat program semua komponen sivitas mempunyai tugas (mainan) sendiri-sendiri. Antara satu dengan lainnya seharusnya bisa berjalan bersama-sama, tidak boleh saling mengintervensi namun harus saling bersinergi, berjalan seiring untuk mensukseskan programnya masing-masing. Institusi, punya tugas untuk membesarkan kapasitas dan kualitas kelembagaan. Para pimpinan perguruan dalam hal ini harus berjuang mendapatkan hibah-hibah bersaing macam PHK A1, PHK A2, PHK Institusi atau hibah-hibah lain yang berbasiskan pengembangan kelembagaan (institusi). Dosen, punya tugas tersendiri. Misalnya dengan program penelitian dan pengabdian masyarakat, yang keduanya didanai oleh dikti. Tentu untuk mendapatkannya harus bersaing dengan banyak perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Memang untuk lolos perlu ketrampilan dan kesuangguhan, namun bila dibanding dengan hasilnya bila lolos, pasti tiap dosen manapun akan merasakan nikmatnya. Mahasiswa, juga punya program yang didanai dikti, baik itu penelitian mahasiswa, kreatifitas mahasiswa maupun program lain yang juga dapat dipakai mahasiswa untuk ajang belajar menjadi peneliti dan tentu hasilnya dapat dipakai untuk biaya kuliah. Tidak hanya mahasiswa, bahkan untuk alumni sekalipun Dikti masih mempunyai program untuk mereka.
12. Pentingnya Jurnal Penelitian
Jurnal penelitian amatlah penting dalam rangka untuk menyebarluaskan hasil hasil penelitian, menampung pemikiran-pemikiran ilmiah dan juga untuk dipakai sebagai sarana dosen mendapatkan kum atas hasil penelitian yang telah dilakukannya.
13. Pak Direktur Siap membantu
Alhamdulillah, tanpa diminta Pak Munir sebagai Direktur siap membantu jikalau ada kesulitan menulis proposal. DP2M siap membantu kapasitas dosen agar menjadi peneliti-peneliti andalan di masa yang akan datang. Kesiapan ini tentu tidak pada tempatnya untuk disia-siakan begitu saja. Do it and became a winner my friends!. Trimakasih Pak Direktur.



New Year Notes: Merefresh Diri Menyambut Tahun Baru


Oleh: M. Afif Hasbullah 
Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya, sekaligus mengaturnya dengan hukum-hukum yang telah diciptkanNya. Agar dapat berjalan dengan Sunnatullah, aman, tentram, damai dan sejahtera.Allah jua yang memperjalankan kehidupan dunia dengan waktu sebagai penanda. Waktu yang kemudian berwujud dalam second, detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun serta abad. Semua tentu mempunyai hikmah yang harus senantiasa digali dan dihayati oleh ummat manusia.
Seiring perjalanan manusia dimuka bumi yang dihamparkan Allah dalam edaran waktu yang berjalan dan terus berjalan mengiringi langkah anak-anak manusia, muncul pertanyaaan sudahkah waktu termanfaatkan dengan baik, sudahkah kita melakukan muhasabah atau evaluasi atas waktu dan perbuatan yang kita lakukan, sudahkah waktu yang lewat itu membawa berkah kebaikan atas apa yang kita lakukan di dalamnya.
Salah satu hal penting yang membedakan orang sukses dengan yang tidak sukses adalah bagaimana memanfaatkan waktu dengan baik. Allah SWT memberi bekal terhadap setiap manusia di muka bumi dengan modal yang sama. 24 jam sehari semalam, 7 hari dalam seminggu, 12 bulan dalam satu tahun. Namun ternyata, hasil atas modal yang diberikan Allah pada tiap manusia itu hasilnya tidak sama. Tidak sama memuaskan, tidak sama prestasinya, dan tidak sama kualitas akhir kehidupannya, yakni khusnul khotimah kah ia atau bahkan su’ul khotimah, naudzubillah min dzalik.
Bahwa kadar keberhasilan tiap orang tentulah tidak sama itu patut untuk disepakati. Misalnya ada orang yang kaya dengan total harta 10 milyar, ada orang yang hidup berkecukupan dengan gaji bulanan 1 juta, bahkan ada juga yang masih mencari sesuap nasi pada tiap hari untuk menyambung hidup dari hari ke hari. Ada orang yang dengan penghasilan hidupnya lantas bersyukur kepada Dzat Pemberi Hidup. Namun banyak pula mereka yang berkelebihan sekalipun tidak pernah merasa puas atas apa yang didapatkan selama ini, sehingga sampai tidak mengingat akan hak orang yang tidak berpunya untuk disantuni oleh dirinya.
Ada pula orang yang karirnya cepat, melesat kilat. Ada juga yang harus meniti karir dari jabatan terbawah, menapak satu demi satu tangga karir yang harus dilalui. Semua ini, tentu disamping pada satu sisi adalah bagaimana mengatur menejemen waktu yang ada dengan kegigihan dan kesungguhan, juga, yang tidak boleh dilupakan adalah keberadaan takdir yang sudah di tentukan oleh Yang Maha Kuasa.
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, selama kaum itu tidak berusaha merubah dirinya sendiri. Artinya, tangan Tuhan akan bergerak sinergis dengan usaha yang kita lakukan. Tidaklah mungkin Tuhan akan memberi sesuap nasi kepada anak manusia bila ia tidak mau bekerja dan malas. Tidaklah mungkin Tuhan memberikan kelulusan ujian pada anak manusia, bila ia tidak mau belajar. Walaupun semua bisa dilakukan oleh Tuhan dengan Kun fayakun. Jadilah (sesuatu) maka Jadi (lah sesuatu itu). Namun, dengan dasar hukum-hukum sunnatullah, semua yang terjadi di alam akan tunduk pada hukum-hukum Allah. Demikian pula Allah, sebagai pemilik hukum-hukum itu, tentu akan memelihara hukum-hukumnya dengan baik. Bila ada yang melanggar hukumnya, maka atas resikonya sendirilah akibat atas perbuatan anak manusia itu.
Tuhan sudah banyak sekali memberi kita. Bahkan atas apa-apa yang tidak pernah kita minta, bila itu kita butuhkan Allah akan memeberinya. Dia (Allah) selalu melihat dan mendengar doa kita, dan selalu memeberi apa yang kita butuhkan, bukan pada apa yang kita minta.
Demikianlah, posisi kemurahan Allah atas manusia yang saya berusaha deskripsikan. Dengan itu, apakah sudah kita bersyukur atas waktu yang diberikan sedemikian banyak pada kita, berupa kesempatan dan kelapangan. Jiwa raga maupun harta. Terlebih waktu, yang sering dilupakan anak-anak manusia. Waktu adalah pedang, siapa yang melenakannya akan ditebasnya. Waktu lebih mahal dari emas dan permata. Siapa yang dapat memanfaatkan waktu dengan baik niscaya keberhasilan ada padanya.
Nabi Muhammad pernah bersabda: "Jagalah lima perkara sebelum datang yang lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, waktu senggangmu sebelum datang waktu sempitmu, masa hidupmu sebelum datang waktu kematianmu." (HR. Bukhori). Hadits Nabi ini menjadi pelejaran berharga untuk tiap ummat manusia agar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Jangan biarkan waktu untuk bermalasan, jangan biarkan ia terbuang, jangan biarkan waktu berlalu tanpa manfaat yang dapat kita petik daripadanya. Sungguh rugi dan nestapa orang yang melenakan waktu yang berjalan tanpa arti, Nabi juga pernah bersabda, "Ada dua ni'mat yang dilalaikan oleh manusia, manusia tertipu dengan nikmat tersebut: yaitu nikmat sehat dan waktu kosong." (HR. al-Hakim yang telah dishahihkan Syaikh al-Albani dalam kitab Al-Jami').
Tahun baru dan Momentum Penyadaran diri
Ya, detik-detik yang berlalu dan hari yang kemudian menjadi tahun yang segera berganti. Haruslah berarti, haruslah bermakna, haruslah disadari dan harus pula menghasilkan penyegaran diri untuk semakin semangat dalam menjalani hidup dan kehidupan dengan perilaku untuk berprestasi dan berprestasi. Tanpa henti dan tanpa usai sampai ajal menjemput kita.
Momentum ini harus ditangkap. Kita tidak boleh membiarkan diri kita liar. Tidak boleh pula apa yang kita lakukan hari ini lepas konteks begitu saja dengan waktu. Ya, Tahun ini segera berganti. Janganlah sia-siakan untuk berkontemplasi dalam rangka mendapatkan makna dan semangat hidup baru.
Bagaimana kalau yang dicari (makna) itu tidak ketemu? Carilah itu. Karena Hikmah Allah itu luas, luas seluas dunia dengan segala isinya dan fenomena di dalamnya. Allah menciptakan Bumi dan segala isinya ini adalah untuk kebaikan manusia. Maka akan tidak mungkin manusia akan menemukan kemadlorotan di dalamnya (bumi), manakala manusia itu sendiri tidak melakukan perbuatan buruk yang menyimpang dari fitroh Sunnatullah. Adanya bencana, adanya musibah, adanya peperangan, semua dipicu oleh ulah perbuatan tangan-tangan kotor manusia. Tuhan tidak pernah menginginkan ciptaanNya ini rusak, bahkan menghasilkan ketersiksaan buat ummat manusia. Tuhan Maha Baik maka atas apa yang diciptakanNya pastilah juga mengandung kebaikan. Ingatlah firman Allah: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar rum:41).
Oleh karenanya, dalam momentum tahun baru seperti ini. Apalagi dengan dua tahun baru yang datang beriringan, mestinya dan sudah pada tempatnya penyadaran itu harus berlipatganda. Marilah melakukan instrospeksi sedalam dan sekhusyuk mungkin dalam rangka menata hari esok yang lebih baik dengan kualitas hidup yang meningkat, baik duniawi kita maupun ukhrowi kita. Bukankah orang yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik dari hari kemaren, dan hari esok lebih baik dari hari ini?. Tidak ada alasan lagi, hidup yang bermanfaat adalah hidup yang dilalui dengan perbaikan kualitas kehidupan itu sendiri.
Kemudian, marilah mencari makna hidup itu dalam posisi diri kita masing-masing. Kualitas pada satu orang mungkin standarnya akan berbeda dengan orang lain. Tidak bisa semua orang sama kaya dan sama prestasinya. Semua kita dapat dan kita belanjakan adalah menurut kadar kedudukan pada masing-masing orang, yang itu sebagaian diantaranya adalah ditentukan oleh diri masing-masing orang.
Pertanyaan Akhir Tahun
Beberapa Muhasabah yang dapat kita lakukan terhadap evaluasi keberadaan kita dalam menghabiskan waktu antara lain adalah dengan menayakan pada hati nurani kita tentang bebeberapa hal:
1. Berapa banyak waktu kosong yang terbuang sia-sia dalam satu tahun ini?
2. Berapa banyak waktu yang dapat kita manfaatkan untuk aktifitas positif yakni menguntungkan diri dan orang lain?
3. Berapa banyak waktu yang kita lakukan untuk perbuatan yang negatif yakni merugikan diri sendiri maupun orang lain?
4. Berapa banyak perbuatan yang kita lakukan dilandasi egoisme kepentingan diri sendiri dan golongan?
5. Berapa banyak perbuatan yang sungguh-sungguh demi kebaikan diri dan orang lain atau masyarakat?
6. Pernahkan bersyukur dan bertafakkur dalam setiap hari, untuk merasakan hadirnya waktu dan bagaimana kita memanfaatkannya?
7. Pernahkah merasakan bahwa kehadiran waktu amat membosankan sehingga berakibat ketersiksaaan?
8. Berapa banyak waktu untuk duniawi?
9. Berapa banyak waktu untuk ukhrowi?
Dan mungkin masih banyak lagi perenungan-perenungan waktu yang dapat kita lakukan dengan pengembangan pribadi kita dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga, orang tua, anak, saudara, murid, guru, petani, majikan, buruh, pejabat, pegawai, penguasaha, dan banyak profesi dan kesibukan lainnya. Tidak menutup kemungkinan pula, sisi budaya sebagai orang jawa, sunda, madura, batak dan suku-suku lain yang punya tradisi khas yang kemudian menuntut suatu tanggungjawab atas posisi kebermanfaatan seseorang sebagai manusia dalam konteks budaya setempat.
Namun pasti apa yang dikatakan Nabi, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lain.” (Al Hadits). Demikian pula firman Allah, sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa….” (QS. Al-Hujuraat (49): 13). Juga Sabda Nabi, ”Sebaik baik manusia ialah orang yang panjang umurnya, dan bagus amalnya, dan sejelek jelek manusia, adalah orang yang panjang umurnya akan tetapi rusak amalnya.”
Semoga bermanfaat, wallahu a’lamu.



Sabtu, 20 Desember 2008

RUU BHP, akhirnya disahkan juga

Oleh: M. Afif Hasbullah

Setelah melalui sejarah penyusunan yang panjang dan berliku RUU BHP akhirnya disahkan juga. Sejarah panjangnya dapat ditarik dari pengesahan UU Sisdiknas, medio 2003 lalu. Sampai saat ini berarti sudah makan waktu 5 tahunan. Cukup lama juga, bila ditinjau dari perintah pengundangannya dalam UU Sisdiknas, bahwa penyelenggara satuan pendidikan harus berbentuk badan hukum pendidikan.

Dari sudut lika-liku perumusannya melibatkan diskusi panjang, tarik menarik konsep badan hukum pendidikan, termasuk aplikasinya banyak melibatkan energi dan pemikiran birokrat, politisi dan akademisi. Naskah akademik penyusunan RUU ini khabarnya mencapai hamper 40 naskah. Semunya berasal dari berbagai latar belakang konseptor, ada yang dari pemerintah, belum lagi dari kalangan DPR di Senayan, juga yang cukup mewarnai adalah dari kalangan kampus maupun asosiasi-asosiasi lembaga pendidikan dan profesi pendidikan.

Mereka semua dengan segala konsepnya diadu dalam forum pengambilan keputusan di tingkat parlemen Senayan. Mana yang lebih realistis, lebih menampakkan konsep visi misi pendidikan nasional, dan yang lebih murah namun ideal dalam pelaksanaannya. Belum lagi banyaknya seminar-seminar yang diselenggarakan oleh banyak pihak telah mewarnai perumusan dan penggodokan RUU ini. Yang jelas, bahwa RUU BHP ini termasuk salah satu RUU mahal, biaya maupun tenaga dan waktu banyak habis untuk pengesahannya.

Permasalahan yang sering diperdebatkan adalah mengenai konsep-konsep utama sebagai mana tercantum dalam landasan moral penyelenggaraan pendidikan nasional. Yakni, beberapa hal yang menyangkut visi misi pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional, dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Negara dan masyarakat dalam pendidikan nasional. Misalnya, persoalan apakah suatu lembaga pendidikan harus berbadan hukum atau tidak, kalau berbadan hukum apa alasannya, demikian pula urgensi lembaga pendidikan harus berbadan hukum. Dari persoalan itu muncul lagi pertanyaan lanjutan, ketika berbadan hukum maka dapat diperbolehkan membuat suatu tindakan hukum tersendiri dengan pihak lain, karena otonom maka berarti dapat dimaknai pemutusan pengelolaan yang awalnya diurus dan atau dimiliki negara menjadi privatisasi. Akibatnya kalau sudah privatisasi Negara atau pemerintah tidak perlu tanggung jawab lagi pada urusan pemajuan pendidikan. Demikian pula, kekhawatiran biaya pendidikan (SPP) yang harus ditanggung sang murid dan orang tua jadi lebih mahal. Belum lagi, bahwa dengan status badan hukum itu kemudian dapat diperkenankan untuk membuat kerjasama-kerjasama dengan fihak lain semacam investasi pendidikan. Ini semua seringkali menjadi bahan demonstrasi dan penolakan pada pengesahan RUU ini.

Ada lagi, kalangan yayasan yang masih berpikir konservatif dengan menganggap RUU ini akan memasung dan mencongkel kewenangan mereka pada satuan pendidikan yang didirikannya. Adanya penataan manajemen satuan pendidikan yang moderen, transparan dan akuntabel menjadikan banyak pengurus yayasan yang seolah-olah dibatasi geraknya, sehingga dengan berbagai alasan, termasuk alasan tidak menghormati suatu lembaga yayasan yang sudah mentradisi dan bervisi sosial, mereka menolaknya.

Demikian pula, yang cenderung menolak juga dengan suatu alasan kenapa satuan pendidikan payung badan hukumnya harus disamakan. Menurut di antara penolak adalah, RUU ini tidak demokratis. Yang demokratis misalnya suatu system pendidikan nasional hendaknya dapat memberikan kebebasan tiap satuan pendidikan untuk memilih berbadan hukum mana, atau berbadan hukum dan tidak. Era reformasi, seyogyanya tidak melakukan pengaturan yang bersifat membatasi kebebasan.

Lain yang menolak, lain pula yang mendukung. Mereka yang mendukung biasanya dilandasi oleh alasan untuk perbaikan sistem dan manajemen pendidikan nasional. Sebagaimana banyak dilihat, manajemen pengelolaan pendidikan di Indonesia masih cenderung dilakukan asal-asalan dan yang penting jalan. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan. Di antara era kompetisi dan kompetensi ini semua satuan pendidikan harus diatur, ditata dan diperbaiki tata kelolanya, dan itu melalui peraturan.

Terlepas dari pro kontra yang ada. Bahwa siapapun pasti sepakat dengan upaya perbaikan tata kelola pendidikan di Indonesia. Siapapun juga pasti tahu, bahwa semua tata aturan yang ada dirumuskan dandihasilkan melalui sistem sosial politik yang menaungi. Kekuatan-kekuatan politik dalam pengambilan kebijakan itulah yang membuat suatu konsep rancangan peraturan yang mengikat orang banyak di sahkan atau tidak. Pemerintah dan DPR sebagai wakil rakyat sudah barang tentu adalah pihak-pihak yang berwenang memutuskan suatu RUU jadi UU atau tidak.

Bagi stake holder dan masyarakat pendidikan tinggal bagaimana melakukan advokasi maupun perjuangan dari ide-idenya untuk diusulkan pengaturannya. Bagaimanapun, hukum adalah produk konstelasi sosial politik dalam masyarakat. Demikian juga, masyarakat merupakan pemilik Negara, ia dapat menguji atau mengevaluasi dukungan politik yang diberikan pada suatu pemerintahan eksekutif dan legislative. Ada mekanisme judicial review, dan siklus pemilu. Semua dapat dijadikan ajang perubahan atas segala peraturan yang rakyat tidak setuju padanya.

Akhirnya, yang harus diingat adalah produk hukum adalah produk politik. Suatu produk hukum apapun, termasuk hukum pendidikan mesti dihasilkan oleh kompromi-kompromi berbagai kekuatan. Nah, dari kompromi itu tidak mungkin akan memuaskan semua pihak. Yang jelas, akan lebih baik ada aturan, walaupun aturan itu mempunyai sisi kelemahan, dari pada tata kehidupan yang tanpa aturan.

Rabu, 17 Desember 2008

Wisuda: Awal Pertempuran Sarjana

Oleh: M. Afif Hasbullah

Setiap mahasiswa pada akhir studinya akan mengikuti prosesi Wisuda. Sebagai suatu aktifitas sakral dalam suatu pendidikan tinggi, wisuda menjadi moment berharga buat para mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya. Juga para orang tua dan keluarga tersayang akan ikut merasa bangga dan gembira atas selesainya masa studi putra, saudara atau yang dikasihinya.
Belakangan, mungkin dengan kebesaran nama dan gegap gempitanya prosesi wisuda itu, lembaga-lembaga pendidikan yang bukan perguruan tinggi pun ikut-ikut melaksanakan kemeriahan pelepasan para siswanya dengan suatu kegiatan yang bernama wisuda. Juga, uniknya dengan seperangkat pakaian kebesaran berbentuk jubah dan toga di kepala. Nampaknya, wisuda sudah menjadi bagian kemegahan yang sakral bagi kalangan pendidikan. Karena khabar terakhir pun, sering terlihat bahwa anak TK atau PAUD pun juga diwisuda.
Di antara sedemikian kehebatan ritus wisuda itu, seringkali mereka para mahasiswa hanyut dalam kegembiraan, terlena oleh ”prestasi” nya ketika mereka menyelesaikan tanggung jawab studi yang diberikan orang tua. Kadang juga kerap sebagai ajang pembuktian pada orang tua dan lingkungan tetangga, bahwa ia berhasil lulus. Entah dengan cukup memuaskan, memuaskan, atau sangat memuaskan. Tidak peduli, yang penting hari ini diarak oleh prosesi menuju panggung pemindahan kuncir oleh rektor.
Kadang kala pula, saking senangnya, di antara wisudawan itu lupa bahwa ia masih punya utang biaya KKN, lupa bahwa skripsi belum dijilid, bahkan pernah dijumpai lupa revisi skripsi atau tugas akhirnya. Yang lebih antik lagi, lupa bahwa dia ikut wisuda itu dengan jalan dispensasi. Entah dispensasi revisi skripsi, daftar dulu revisi kemudian, atau dispensasi biaya. Uniknya lagi, karena sudah terhipnotis kegegapgempitaan wisuda itu ia lupa, bahwa ijasah belum diambil sampai setahun karena merasa sudah wisuda dan merasa sudah membereskan semua tanggungannya pada kampus.
Saya membuat sketsa itu hanya untuk menunjukkan bagaimana wisuda seringkali dianggap moment wah yang seringkali melenakan dan melupakan wisudawan. Lho, memang ada apa sebenarnya dengan penyikapan wisuda? Apakah ada yang salah dalam memaknai dan mengapresiasinya?. Tidak ada yang salah dalam menyikapi setiap momen berharga yang kita lalui. Momentum harus dirayakan, harus dirasakan, bahkan harus diabadikan dalam bingkai emas yang indah. Momen kelahiran, momen kelulusan, momen pernikahan dan bahkan momen kematian sudah selayaknya ditempatkan sesuai proporsinya dalam sisi kehidupan setiap manusia. Artinya waktunya suka ya kita nikmati, waktunya susah ya harus prihatin dengan kesusahannya. Demikian pula, waktunya tidak ada momentum pun, sebagai seorang manusia sudah selayaknya menciptakan momen-momen untuk dirasakan.
Bukan salahnya menikmati wisuda dengan merayakannnya berikut suka cita. Wisuda harus dinikmati. Namun tidaklah perlu seorang wisudawan terlena dengan kegegapgempitaannya. Nikmatilah secukupnya, bersyukur atas nikmat Allah yang dikaruniakan, dan berterimakasih pada setiap anak manusia yang telah membantu kelulusan dan kesarjanaan, siapa pun dia.
Wisuda sebagai seremoni pengukuhan gelar kesarjanaan membawa makna luhur untuk diambil hikmahnya, yakni penyadaran bahwa para wisudawan telah selesai menempuh studi sesuai bidang keahliannya dan tantangan bahwa para wisudawan mulai mengabdikan ilmunya untuk masyarakat. Masyarakat pun diberikan deklarasi oleh pihak kampus, bahwa si A atau Si B telah menjadi sarjana dan siap untuk diabdikan tenaganya demi kepentingan masyarakat banyak.
Demikian pula, seorang mahasiswa yang selama hidupnya sampai wisuda biaya hidup dan biaya sekolah minta orang tua. Semenjak detik wisuda sudah seharusnya menjadi insan mandiri, baik dalam biaya hidupnya maupun menghidupi orang lain. Oleh karenanya, wisudawan sudah selayaknya bekerja. Bukan sekedar berpikir bekerja. Ia harus bisa membuktikan pada keluarga mengenai kapasitas dirinya yang dapat bekerja dengan orang lain, atau bahkan membuka lapangan kerja.
Tidak selayaknya seorang sarjana yang untuk diwisuda itu butuh proses waktu dan pengorbanan biaya yang tidak sedikit kemudian menjadi penganggur yang membebankan keluarga. Harus inovatif dan kreatif dalam menjalani kehidupan, itulah sarjana trampil.
Di antara lapangan pekerjaan yang sedemikian tidak seimbang dengan pencari kerja, hal ini menjadi tantangan yang berat buat para sarjana. Kadangkala, ada suatu pekerjaan tertentu, tapi karena levelnya bukan untuk sarjana sehingga merasa tidak layak untuk dimasuki. Tapi juga, seringkali ditemui walau suatu pekerjaan itu bukan untuk levelnya, dengan alasan rejeki maka terpaksa diambil pula lowongan itu.
Saya di sini tidak bermaksud membuat suatu klasifikasi pekerjaan. Karena memang betul, kerja adalah kerja yang kaitannya dengan mencari nafkah dan menuntut ilmu adalah menuntut ilmu. Ya, itu memang betul. Tapi bukankah akan lebih bermanfaat bila ilmu itu diamalkan ditempat yang sesuai dengan ilmu kita.
Nah, sampai di sini apakah masih ada nuansa terlalu melenakan gelar kesarjanaan?. Bagi mereka para sarjana ”kelas kambing” tentu akan langsung sedih dan meratap, gelap meneropong masa depan. Melihat dirinya tidak punya kapasitas, IP pas pasan plus tidak ada ketrampilan. Namun beda lagi dengan mereka sarjana ”kelas tanding”, akan lebih bersemangat dalam melangkah masa depan. IP tinggi, ketrampilan mumpuni, jaringan kuat dan pintar berkomunikasi merupakan modal cukup untuk memulai perjuangan kehidupan. Kerja profesional oke, mandiri pun siap.
Akhirnya, wisuda sudah selayaknya diletakkan dalam starting point pembuktian kehidupan seorang sarjana. Ia bukan semata akhir penempuhan studi namun adalah tonggak awal kehidupan yang penuh tantangan.

Mengkader Pemimpin NU: Berorganisasi dalam Akhlaqul Karimah


Oleh: M. Afif Hasbullah[1]

Kemarin saya bicara-bicara dengan beberapa anak muda NU, sebelumnya juga kerap ngobrol dengan tokoh NU mengenai kepemimpinan. Biasa, karena bicara kepemimpinan jadinya melebar kesana kemari. Tidak hanya sebatas pada kepemimpinan dalam organisasi NU saja, namun meluas ke area kepemimpinan masyarakat dalam bentuk pemimpin pemerintahan yang dipegang oleh kaum nahdliyin.

Secara historis, NU didirikan oleh para mussisin nya dengan tujuan sebagai wadah komunitas ahlussunnah wal jamaah dalam rangka menyatu padukan umat untuk tetap dalam garis aswaja dan ajaran para pendahulu. Organisasi ini juga dimaksudkan sebagai lokomotif ummat untuk mempertahankan ajaran dan tradisinya. Walaupun demikian, tujuan yang lebih berdimensi ubudiyah-diniyah itu tidak kemudian menutup peran NU dalam bidang sosial kemasyarakatan, entah itu adalah aspek ekonomi, politik, maupun budaya. Bahkan kala jaman perang sekalipun, dalam rangka untuk mempertahankan NKRI, NU mengeluarkan resolusi jihad sebagai suatu fatwa yang memberi arahan perjuangan buat ummat Islam dalam mengusir penjajah.

Hasilnya, dalam beberapa arena perjuangan, yang tidak terbatas pada perjuangan fisik, semua fatwa dan garis NU dapat diikuti oleh ummat dengan penuh semangat dan heroisme. Demikian pula makna perjuangan atau jihad yang sementara ini masih disalah pahami dansalah tafsirkan, oleh NU dapat dipimpin menuju suatu wilayah pemaknaan jihad yang sejati dalam konsep Islam rahmatan lil alamin.

NU jelas memimpin dalam perjuangan kebangsaan. Namun apakah juga demikian dengan para elitnya, tokohnya, dan para alim ulama yang ada dalam organisasi NU?. Saya kira mereka semua juga pemimpin, karena tidak mungkin seorang ulama yang mendirikan NU itu sendiri malah bukan disebut seorang pemimpin. Mereka semua yang telah mendedikasikan hidup dan waktunya untuk keluhuran jamiyah adalah pemimpin-pemimpin besar ummat yang senantiasa dinanti petunjuknya oleh ummat.

Hebatnya, di antara mereka yang memimpin itu ternyata bukan alumnus dari lembaga pendidikan moderen dan barat yang saat itu menjadi yang model pendidikan paling bergengsi. Justru mereka ”hanyalah” didikan pendidikan lokal model pesantren dan pengajian langgaran. Namun jangan dikira bahwa dengan pendidikan tradisional yang semacam itu mengakibatkan mereka menjadi picik, kuno dan berwawasan dangkal. Kenyataan yang ada, mereka dapat membuktikan dirinya menjadi pemimpin visioner masa depan. Wawasan yang dikemukakan terbukti di era mutakhir masih tetap relevan dan bahkan melampaui batas-batas waktu di mana mereka dilahirkan dan hidup.

Pola pemikiran yang diusung NU hingga kini, yakni tawassuth, tasammuh, tawazun, i’tidal dalam bingkai rahmatan lil alamin terbukti merupakan wawasan Islam yang dapat diterima oleh semua komponen dalam berbangsa maupun bermasyarakat dunia. Hasilnya, Islam menjadi cantik dan indah. Dari sana akan mendorong simpati masyarakat dunia dalam memandang hakikat Islam yang damai.

Islam menjadi menarik. Kemenarikan Islam yang kemudian mewujud dalam potret dakwah Islam yang mengesankan. Dalam posisi ini, secara organisasi NU pun terangkat dengan kewibawaannya dalam pentas Dunia.

Kita juga masih ingat peran NU mengirim resolusi jihad ke Raja Ibnu Saud di Arab Saudi pada tahun 1926 yang mengadvokasi agar amaliyah ahlussunnah wal jamaah dapat diperkenankan pelaksanaannya di negara Arab Saudi yang ketika itu masih awal dikuasai oleh pemerintahan Wahabi. Alhamdulillah, langkah yang demikian ini ternyata membawa manfaat. Missi Komite Hijaz berhasil dengan bentuk respon positif penguasa Wahabi terhadap kebebasan penganut ahlussunnah wal jamaah untuk mengamalkan tradisi keagamaannya di Saudi.

Kita tentu masih ingat pula peran yang dilakukan oleh PBNU sejak era Abdurrahman Wahid sampai Hasyim Muzadi yang tidak pernah absen menjadi leader dalam forum-forum dunia Islam maupun antar agama. Tercatat beberapa kali konferensi agama baik yang diadakan di dalam negeri maupun luar negeri yang diinisiasi NU. NU memang sudah selayaknya seperti itu, memainkan perannya di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan sekaligus menjadi ormas Islam terbesar di dunia.

***

Semua itu tentu adalah karena kiprah kader-kader NU yang berwatak pemimpin. Mereka telah dilahirkan dan dididik dengan semangat memimpin yang kemudian mengantar para tokoh NU itu menjadi pemimpin sejati, tidak hanya dalam lingkup ummat namun juga dalam komunitas di luarnya.

Akan tetapi, dalam obrolan ringan dengan para kolega dan anak muda NU masih sering juga ada keluhan bahwa mereka masih belum merasa punya kebanggaan yang total dalam memimpin di tengah masyarakat. Biasanya keluhan macam ini muncul ketika masa pemilihan calon pemimpin pemerintahan. Misalnya ketika ada event pemilihan kepala daerah, seringkali NU terkesan kesulitan untuk memunculkan sosok calon terbaik. Walaupun hal itu dapat dikatakan sebatas keraguan semata, artinya kesulitan yang seolah nampak itu sebenarnya diakibatkan oleh dugaan ketidakyakinan pada sosok yang muncul atau akan dimunculkan. Keraguan mana dari apriori yang kerap muncul mengenai kapabilitas seseorang calon pemimpin.

Dengan kebiasaan mencurigai atau tidak mempercayai calon pemimpin yang seperti itu, dapat mengakibatkan hilangnya semangat untuk memunculkan diri maupun orang lain pada publik, karena khawatir belum-belum sudah direspon tidak baik.

Hemat saya, NU harus membuat suatu sistem kaderisasi yang berjenjang untuk senantiasa melahirkan pemimpin-pemimpin baru sebagai pengganti para seniornya. Karena dengan semakin banyaknya muncul calon-calon pemimpin di kalangan NU itu justru baik. Asal, munculnya calon yang banyak tersebut tidak menjadikan keterpecahan ummat dan saling menjatuhkan karir masing-masing. Demikian pula, banyaknya pemunculan calon pemimpin di lingkungan NU dapat mengindikasikan bahwa kaderisasi calon pemimpin di NU berjalan dengan baik. Dengan kata lain, NU menjadi pabrik calon pemimpin.

Hanya saja yang harus diberikan garis bawah adalah, harus ada mekanisme keorganisasian yang pada akhirnya memunculkan calon akhir yang berwujud pada kebersatuan ummat dalam suatu kepemimpinan. Bukan merupakan sistem kaderisasi calon pemimpin yang mana tidak dapat mempersatukan ummat.

Jadi NU harus mempunyai mekanisme yang tertuang dalam norma organisasi yang dapat mengkerucutkan calon-calon pemimpin menjadi pemimpin seutuhnya. Norma yang ada bukan sebatas di atas kertas, namun harus dapat membudaya di dalam organisasi. Jangan kemudian seolah membiarkan, masing-masing elit berjalan sendiri dengan calonnya masing-masing yang tidak pernah ketemu dan menjadi satu dengan calon pemimpin dari elit lainnya.

Secara organisasi, apabila NU dapat menyinergikan, ini luar biasa. Organisasi bisa kuat dan berwibawa, baik dalam oirganisasi itu sendiri juga dengan pihak luar NU. Dengan bahasa sederhana jamiyah kuat jamaah pun akan kuat pula.

Dalam suatu contoh sederhana, betapa efektif dan efisiennya suatu pemilihan kepala daerah bila calon NU mengerucut satu pasangan. Biaya, waktu, tenaga, dan bahkan emosi warga dan simpatisan dapat di hemat. Pilgub Jawa Timur saja sudah dapat menjelaskan kepada khalayak, di sana ada 4 orang atau pasangan yang mengaku NU, kemudian hasil pemilunya dua putaran, itupun masih ada putaran tambahan sebagai akibat dari gugatan salah satu pasangan. Jadi, semua yang bermain di Pilgub Jatim itu adalah NU semua, semua juga keluar biaya yang tidak sedikit. Coba misalnya cagub NU nya satu pasang saja, pasti lekas beres dan NU yang menang. Uang-uang kampanye dari semua calon itu dibayangkan akan diberikan untuk jamiyah, luar biasa pasti keuntungan dakwahnya.

Penghematan itu belum yang masuk kategori cost politik dan sosial. Pasti impactnya sangat besar. Saya mengkaitkan dengan biaya sosial politik seperti itu bukan tanpa alasan. Event pemilihan kepala daerah banyak menyisakan akibat sosial yang saeringkali tidak menguntungkan. Keterpecahan masyarakat, faksi politik yang timbul, keterbelahan kyai, sampai pada clash fisik yang rentan ditimbulkan oleh emosi karena kegiatan sosial politik.

Mau tidak mau, pola pelahiran calon pemimpin yang seperti itu sudah selayaknya disudahi dengan mekanisme organisasi. Ayo banyak mengajukan calon pemimpin yang pantas, tanya hati nurani siapa seharusnya yang patut untuk ditawarkan. Namun juga harus dicatat, bahwa dengan semangat organisasi pula kita harus siap siapa yang akan maju, termasuk bila yang terpilih bukan kita atau calon yang kita dukung. Asal semua sesuai koridor, maka tidak ada alasan untuk tidak mendukung seorang calon dalam organisasi NU.

NU sebagai ormas, sama dengan ormas lain tentu berfungsi sebagai organisasi kader. Sebagai ormas pula NU mesti demokratis dengan mengikuti asas-asas organisasi moderen. Mungkin disana disini kerap muncul persaingan dalam bingkai politik sebuah organisasi, itu lumrah juga terjadi dalam NU sekalipun sebagai ormas besar. Namun, yang membedakan NU dengan ormas kebanyakan adalah asasnya yang Islam ahlussunnah wal Jamaah dengan tradisi menjunjung tinggi akhlaqul karimah. Apa artinya?, cara kita berorganisasi di NU harus lebih santun dan berakhlaq sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad dan para Sahabat serta para kyai.

Berpolitik dan berorganisasilah, menangkan setiap percaturan sosial politik. Namun, ingat akhlaqul karimah dalam setiap tindakan. Karena tidak ada kemaslahatan sejati yang akan dihasilkan dari suatu aktifitas organisasi dan politik yang tidak menjunjung akhlaqul karimah. Sekian.



[1] Ditulis 17 Desember 2008 di Café JCo Supermall Surabaya

Selasa, 02 Desember 2008

Bank dan Tanggungjawab Rahasia Bank


Oleh: M. Afif Hasbullah

Senin lalu, 1 Desember 2008. Saya mendapat laporan dari kepala biro AUK Unisda, ia menyampaikan berita sekaligus minta solusi mengenai prin out pada slip transfer pembayaran di salah satu bank mitra Unisda. Print out yang sah menurut ketentuan adalah yang diberi print komputer bank. Namun tempo hari itu, dengan alasan bahwa sistem sedang off line atau listrik mati sehingga tidak dapat mencetak langsung slip itu pada printer bank. Yang menjadi masalah adalah, kenapa solusi yang diberikan oleh pegawai bank itu adalah membuat print out pada kertas tersendiri yang isinya adalah daftar rekaman transfer pada hari itu, plus nilai total dana dalam rekening yang ditransfer akan dengan sendirinya tercetak pada print out itu.
Biro AUK jelas merasa ada kejanggalan. Kenapa bank bisa mengeluarkan print out yang terkait dengan berapa transfer yang terjadi hari itu, termasuk pula jumlah total dana yang dimiliki. Tentu sebagai kepala biro, ia gusar dan kaget. Bagaimana mungkin seorang pentransfer yang bukan pemilik rekening dapat meminta atau diberi suatu print out data sebuah rekening. Ini hal yang tidak lazim terjadi dalam konteks pelayanan perbankan.
Saya ketika itu langsung menjawab, bahwa tindakan pegawai bank itu tidak dapat dibenarkan, karena menyalahi ketentuan tentang rahasia bank. Secara sepintas, siapapun pegawai bank sebenarnya sudah sangat paham terhadap ketentuan mendasar ini. Setiap pegawai bank pasti mendapat pendidikan khusus mengenai prinsip-prinsip dasar kerjanya, etika perbankan, maupun juga peraturan perundang-undangan mengenai perbankan. Hampir sulit untuk memahami bahwa seorang yang bukan pemilik rekening dapat mengakses data rekening yang bukan miliknya.
Bahkan setahu saya, instansi pemerintah yang berwenang untuk mendapatkan data suatu rekening sekalipun tidak serta merta dapat diberi data rekening orang atau pihak lain tanpa melalui prosedur dan ketentuan sesuai yang diatur dalam undang-undang perbankan. Akhirnya saya minta untuk membuat surat keberatan mengenai apa yang terjadi kepada pimpinan bank yang bersangkutan, segera.
Agar menjadi suatu perhatian bersama terhadap semua pihak, ada baiknya untuk mendiskusikan mengenai apa yang dinamakan dengan rahasia bank dan bagaimana penerapannya menurut aturan yang berlaku. Karena saat ini, buat semua orang urusan perbankan bukan hanya kepentingan orang kaya atau kalangan tertentu saja. Semua memanfaatkan bank dalam rangka untuk melakukan transaksi-transaksi penting sehari-hari, baik penyimpanan dan pengambilan uang, pengiriman uang, peminjaman uang, aktifitas jual beli, bahkan juga aktifitas keuangan antar daerah dan antar negara.
***
Apa yang disebut dengan rahasia bank?, Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya. Pengertian tersebut dapat dijumpai pada pasal 1 ayat 28 Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-undang ini merupakan perubahan dari Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dari pengertian tersebut, biasanya muncul permasalahan mengenai ruang lingkup kerahasiaan yang harus dilakukan suatu bank, apakah terbatas kepada nasabah penyimpan atau juga terhadap keadaan keuangan nasabah debitur? Demikian pula apakah yang dirahasiakan itu meliputi penggunaan jasa-jasa bank yang lain, selain jasa penyimpanan dana dan jasa pemberian kredit?
Kalau kita mencermati dengan baik rumusan pasal 40 Undang-undang No.10 tahun1998 tentang Perbankan, maka akan ditemui keterangan secara eksplisit yang menyebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah bukan saja menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga (identitas) nasabah penyimpan yang memiliki simpanan tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal 40, Nasabah Penyimpan disebut lebih dahulu daripada Simpanannya. Pada banyak negara, ruang lingkup dari rahasia bank tidak hanya terbatas kepada keadaan keuangan nasabah, tetapi meliputi juga identitas nasabah yang bersangkutan.
Kemudian siapa yang bertanggungjawab pada pelaksanaan rahasia bank itu? Pasal 47 ayat (2) Undang-undang No.10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa pihak yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank meliputi, Anggota Dewan Komisaris Bank, Anggota Direksi Bank, Pegawai Bank dan Pihak terafiliasi lainnya dari Bank
Di antara pihak-pihak yang wajib menyembunyikan rahasia bank tersebut di atas, ada satu pihak yang biasa ditanyakan, yakni luasan pihak yang terafiliasi lainnya dari bank. Pasal 1 ayat (22) Undang-undang No.10 Tahun 1998, memberikan penjelasan, bahwa yang termasuk pihak terafiliasi itu adalah:
1. anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank
2. anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain: akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya
4. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia, turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.
Jadi jelaslah, bahwa pihak yang terafiliasi dengan bank mencakup pihak yang bukan orang dalam bank itu sendiri. Karena meliputi juga pihak luar yang berurusan dengan bank, suatu misal notaris, konsultan hukum, akuntan maupun juga pemegang saham dan keluarganya.
Jaminan bank menjadi penting untuk ditaati sebagai suatu prinsip dasar pelayanan perbankan adalah karena bank sebagai institusi publik yang melayani publik dalam bentuk penyimpanan uang atau peminjaman uang harus bisa menjamin kerahasiaan seorang nasabah, mengenai identitasnya, perkembangan lalu lintas rekeningnya maupun informasi privat lainnya. Karena kalau tidak demikian, nasabah akan tidak percaya pada bank, bank dianggap dapat membocorkan rahasia dana seorang pemilik rekening kepada pihak lain yang tidak berwenang. Nah, kalau nasabah tidak percaya maka tidak ada orang yang mau menyimpan dana di bank, yang akhirnya tentu akan mempengaruhi iklim ekonomi pada suatu negara.
Walaupun demikian, karena data seorang nasabah itu dalam kegiatan-kegiatan tertentu sangat diperlukan, maka Undang-undang No.10 Tahun 1998 memberikan pengecualian dalam 7 (tujuh) hal. Pengecualian tersebut bersifat limitatif, artinya di luar 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan itu tidak terdapat pengecualian yang lain. Pengecualian itu adalah: pertama, untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (pasal 41); kedua, untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, dapat diberikan pengecualian kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/PUPN atas izin Pimpinan Bank Indonesia (pasal 41A); ketiga, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia (pasal 42); keempat, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (pasal 43), kelima, dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia (pasal 44); keenam, atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (pasal 44A ayat 1); ketujuh, atas permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dana yang telah meninggal dunia (pasal 44A ayat 2).
Di luar ketentuan tersebut, jikalau rahasia bank dibuka maka dapat disebut sebagai suatu pelanggaran undang-undang perbankan. Konsekwensinya, siapapun mereka yang meminta di luar alasan limitatif itu dapat dikenai sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Untuk menghindarinya, maka bila pihak bank diminta selain pada posisi yang dikecualikan oleh undang-undang maka harus tidak memperbolehkannya.


Senin, 01 Desember 2008

Menyambut Hari HAM Sedunia: HAMku, HAMmu, HAMkita

Oleh: M. Afif Hasbullah

10 Desember ke depan kita memperingati hari HAM sedunia. Hari HAM itu persis diletakkan pada tanggal deklarasi HAM PBB, yakni 10 Desember 1948. Pendeklarasian The Universal Declaration of Human Rights itu dilakukangan untuk memberikan peringatan kepada seluruh umat manusia atas jaminan hak asasi manusia. Selain itu dimaksudkan sebagai upaya bersama semua warga dunia untuk senantiasa mengormati hak asasi manusia satu dengan lainnya. Aplikasi dari penghormatan itu adalah dihentikannya peperangan dan invasi yang disertai kekerasan yang selama ini dilakukan oleh negara-negara adidaya dan kolonialis.
Namun demikian, apa sesungguhnya makna HAM itu sendiri?. HAM merupakan hak-hak dasar yang diberikan oleh Dzat Yang Maha Tinggi kepada setiap individu untuk mewujudkan watak kemanusiaannya dengan tidak ada pihak lain yang dapat mencabutnya tanpa alasan yang dibenarkan oleh hukum positif. HAM itu melekat pada setiap pribadi yang didalam pelaksanaannya diatur oleh seperangkat hukum positif untuk menjamin tidak terjadinya tabrakan pelaksanaan hak asasi seseorang dengan orang lain.
Oleh karenanya, sejak awal dirumuskannya HAM tidaklah dimaksudkan sebagai upaya seluas-luasnya seseorang untuk mengekspresikan hak yang dipunyai atau menjalankan hak itu dengan sebebas-bebasnya tanpa norma yang mengatur. Karena kalau model pemahaman HAM yang demikian, pasti yang terjadi adalah anarki antar individu maupun antar kelompok. Justru perumusan HAM yang dimaksudkan untuk menghormati dan melindungi harkat dan martabat tiap individu dengan sendirinya akan hilang, karena setiap orang beralasan bahwa ia sedang melakukan haknya tanpa peduli sedikitpun dengan orang lain.
HAM seyogyanya dapat dipahami dan diaplikasikan dalam kerangka kepentingan banyak pihak. Adanya hak asasi pada seseorang sangat menunjukkan bahwa ada hak asasi yang sama luas pada pihak lain. Oleh karena itu, implementasi pelaksanaan hak harus diatur dalam suatu peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang untuk itu dalam rangka menjamin stabilitas dan ketentraman di tengah-tengah masyarakat. Apa artinya suatu penegakan HAM yang hanya berorientasi pada individu-individu atau kelompok-kelompok, kalau HAM itu sendiri hanya akan kontra produktif terhadap harkat kemanusiaan.
Maka, didalam posisi yang demikian sangat nampak adanya keharusan menghormati hak orang lain. Karena semua orang pada hakikatnya mempunyai hak dan kebebasan yang sama maka yang harus dilakukan adalah pembatasan aplikasi hak tiap individu dan kelompok. Semua pelaksanaan hak tidaklah boleh dilakukan apabila berpotensi mengganggu pelaksanaan hak orang lain, apalagi menghambat dan menghilangkan hak asasi orang lain.
Saat ini kerap terjadi, dalam iklim kebebasan yang seolah berdalih untuk demokrasi dan HAM kemudian dengan seenaknya melakukan pemikiran yang bebas, pengorganisasian yang bebas dan juga tindakan penyampaian yang sedemikian bebas pula. Suatu misal, unjuk rasa oleh buruh dilakukan tanpa pernah mengkomunikasikan tuntutan dan permasalahannya ke tingkat manajemen perusahaan, artinya tidak pernah dilakukan dialogis komunikatif antara pihak buruh dan pengusaha. Buru-buru melakukan suatu unjuk rasa yang diserta kekerasan yang kemudian mengambil tempat di jalan protokol dengan tujuan agar menarik perhatian umum. Akibatnya, jalanan macet, laju ekonomi terhenti. Mereka pengunjuk rasa sama sekali tidak mengindahkan penghormatan kepada hak pengguna jalan lainnya. Sekali lagi, atas dasar demokrasi dan HAM mereka mendalilkan keabsahan tindakannya.
Contoh yang demikian kerap terjadi di banyak segi, tidak hanya yang kaitannya dengan ketenagakerjaan, namun juga bidang lain. Bahkan yang lebih ironis suatu unjuk rasa yang bermodel demikian kerap tidak dapat dihilangkan dari aroma penunggangan, pesanan sponsor dan sebagai alat semata dari pihak-pihak yang ingin mendapat untung dari adanya situasi panas tersebut.
Akhirnya menjadi tidak aneh, kalau belakangan ini demonstrasi dan unjuk rasa mulai kehilangan greget atau bobot kewibawaannya. Semua karena aplikasi demonstrasi yang tidak dilakukan menurut koridor hukum. Selain itu, kerap terjadi pelaksanaan demonstrasi secara materiil banyak tidak dapat dipertanggungjawabkan, tidak argumentatif ilmiah dan kadang kala tidak mempunyai data-data yang valid. Beberapa tayangan televisi pernah menyorot pengunjukrasa bayaran. Sungguh memalukan.
Demokrasi jelas harus didukung, HAM tentu harus ditegakkan. Namun koridor hukum prosedural yang bermaksud mengatur mekanisme berdemokrasi harus ditaati. Gunakan jalur demokrasi yang benar sehingga hak semua orang dapat terpenuhi. Pelaksanaan hak memang seharusnya tidak mengganggu hak orang lain, bahkan juga tidak semestinya merugikan diri sendiri. Jangan heran bila suatu ketika pelaksanaan hak yang tidak prosedural kemudian mengakibatkan terkena sanksi hukum akibat tidak tahu cara mengaplikasikan haknya.

Kamis, 27 November 2008

Selamat Ultah Unisdaku..

M. Afif Hasbullah[1]

Usiamu hari ini Jum’at 28 Nopember 2008 telah genap 22 Tahun. Sebuah perjalanan panjang yang penuh peluh. Namun saat ini engkau telah berkembang dewasa, seorang pemuda yang sedang tumbuh berkembang menentukan jati dirinya. Terasa sekali bahwa usaha dan perjuangan selama ini, langkah demi langkah telah menghasilkan prestasi, Unisda semakin dewasa, semakin sehat, semakin luas pergaulannya, dan semakin berkiprah di tengah-tengah masyarakatnya.
Walaupun demikian, Unisdaku harus tidak cepat berpuas diri dengan apa yang dicapai. Masih banyak tantangan yang menghadang di kemudian hari, semuanya harus disiapkan dengan matang, strategis dan termanage. Persaingan dunia global di bidang pendidikan dan dunia industri mengharuskan Unisda untuk senantiasa memperbaiki diri dan berbenah. Banyaklah mengaca terhadap kekurangan diri, janganlah cepat puas atas prestasi, dan anggap sebuah kegagalan yang terjadi merupakan keberhasilan yang tertunda. Jadikan kegagalan dan ketidaksempurnaan sebagai batu loncatan untuk melejit ke posisi yang lebih tinggi.
Ingat Unisdaku, engkau merupakan perguruan tinggi kebanggaan warga nahdliyin di Lamongan, bahkan keberadaanmu sudah mulai mendapat simpati yang baik dari masyarakat. Engkau banyak dibutuhkan oleh banyak pencari ilmu, baik yang ada di kotamu sendiri maupun mereka yang ada di luar kota, bahkan luar propinsi. Ingat pula wahai Unisda, engkau adalah Universitas tertua di Lamongan, walaupun memang bukan perguruan tinggi yang tertua, namun lompatan prestasimu dan tumbuh kembang pribadimu telah banyak melampaui teman-teman sebayamu yang lain.
Jadi Unisda, engkau di Ulang Tahun yang ke 22 ini, bersyukurlah. Memujilah dengan segenap rasa syukur,yang tulus dan ikhlas seraya memohon kepada Allah SWT agar senantiasa mebimbingmu dalam kebenaran dan menolongmu atas bahaya yang mungkin muncul. Juga, sampaikan terimakasih setulus hati kepada semua keluarga, handai taulan, dan seluruh masyarakat yang selama ini membangun dirimu, mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk kebesaranmu, serta stake holder semuanya yang telah membantu dirimu. Karena kedewasaan dan kebesaranmu hari ini juga atas andil semua pihak.
Secara khusus wahai Unisda, engkau harus ingat dari rahim siapa engkau dilahirkan, serta siapa yang membidani lahirnya dirimu. Kehormatan yang engkau sampaikan pada orang tua mu akan menunjukkanbaktimu pada mereka. Oleh karenanya jangan lupakan mereka, jadilah seorang putra kebanggaan yang bisa membuat para orang tua berbahagia dantidak pernah menyesal melahirkan dirimu. Patuhi pesan orang tua, ikuti petuahnya dan jangan sekali-kali lupa sekedar mendoakan setiap waktu.
Engkau lahir dari rahim Pondok Pesantren Matholi’ul Anwar pada tahun 1986 yang lalu. Kelahiranmu telah dinantikan jauh hari sebelumnya oleh K.H. Sofyan Abdul Wahab, kyai kharismatik pendiri pondok Matholi’ul Anwar. Beliau dengansangat mendalam mengharapkan kehadiranmu untuk melengkapi saudaramu yang lain,yakni Madrasah Ibtidaiyah,Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, SMP NU serta SMK NU. Namun sayang, beliau tidaksempat melihat kelahiranmu dan tumbuh kembang dirimu. Beliau sudah wafat semenjak tahun 1983, tiga tahun sebelum Unisda lahir.
Engkau pun tidak dapat dipisahkan dari peran besar seorang bidan yang sekaligus sebagai tukang susumu, pembina dan pembimbingmu hingga engkau hampir melepas masa remajamu. Delapan tahun lalu,bidanmu telah tiada dalam kondisi memperjuangkan kebesaran dirimu. Ya, K.H. Masjkuri Shodiq bidanmu itu mengalami kecelakaan bersama K.H. Saifuddin Zuhri, pembantu bidan karena tertabrak kereta api di depan rumahmu sekarang. Saat itu beliau berdua sedang menguruskan pendirian magister agama sebagai bagian dari upaya membesarkan dirimu.
Unisda, ketika engkau merenungi dengan baik sejarah kedirianmu. Aku yakin, haqqul yakin. Pada hari ini engkau justru berusaha membuktikan gelora semangatmu yang tinggi, dan engkau ingin menunjukkan kapasitas dirimu pada dunia. Bahwa engkau suatu saat akan menjadi perguruan tinggi besar yang bermanfaat untuk bangsa, negara dana agama. Amin.
Dirgahayu Unisdaku!!!
[1] Kutulis senja hari, 27 Nopember 2008.

Rabu, 26 November 2008

Sebuah Ajakan Berhemat dalam Konsumsi Energi

Oleh: M. Afif Hasbullah
Pendahuluan
Allah SWT menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya adalah untuk didayagunakan sebaik-baiknya demi kemakmuran dunia, dikelola menurut hukumNya, dan hendaknya mengacu pada ketentuanNya dalam al Qur’an dan as Sunnah. Manusia sebagai salah satu penghuni bumi, diberikan mandat oleh Allah untuk mengurusi dan mengelola isi alam semesta ini dengan sebaik-baiknya sebagai khalifatullah di muka bumi.
Ciptaan Allah beserta segala isinya itu dilengkapi dengan manual prosedur (hukum-hukum Allah) agar supaya dapat didayagunakan semaksimal mungkin, dimanfaatkan sedemikian rupa sesuai peruntukannya, serta dapat berumur panjang sehingga maslahatnya lebih optimal. Namun apabila manual prosedur itu tidak dipakai atau dikesampingkan, maka tentu saja sistem alam semesta menjadi kacau, tidak terjadi keseimbangan sistem dan ujung-ujungnya adalah kerusakan alam semesta. Firman Allah menyatakan: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar rum:41).
Di antara isi dunia yang diciptakan Allah itu adalah sumber daya energi yang terdiri dari bermacam-macam bentuk yakni tambang minyak, batubara, gas alam, kekuatan aliran air, kekuatan gelombang laut, kekuatan energi surya dan sebagainya. Yang kesemuanya itu dapat diubah bentuknya menjadi energi yang menggerakkan mesin-mesin dan sarana produksi serta sarana transportasi ummat manusia.
Aset sumber daya yang dititipkan Allah kepada manusia itu ada yang bisa habis (tidak dapat diperbarui) ada pula yang tidak dapat habis (dapat diperbarui). Oleh karena itu manusia harus pandai-pandai memanfaatkannya, agar optimal dan bertahan lama. Perlu diwaspadai bersama, di era mutakhir ini sudah mulai terjadi gejala-gejala alam yang tidak biasa semacam perubahan iklim, baik itu terwujud dalam badai besar, curah hujan yang tidak stabil, pemanasan global dan sebagainya. Belum lagi, saat kita dihadapkan pada krisis energi, yang ditandai dengan semakin menipisnya cadangan minyak, harganya yang tinggi padahal energi lain yang diharapkan menggantikan minyak belum ditemukan atau masih belum dapat diproduksi massal.
Oleh karena itu, dalam pemanfaatan energi saat ini dan di masa datang ummat manusia harus dapat memperlakukan alam dengan sebaik-baiknya, mengambil secukupnya, memperbarui sebisanya, demi kelestarian ekologis dalam sistem peri kehidupan dunia untuk anak cucu nanti.
Konsumsi dan Pemanfaatan Energi sebagai Bentuk Konsumsi
Pemakaian atau penggunaan manfaat dari barang dan jasa merupakan kegiatan konsumsi. Sehingga konsumsi merupakan tujuan yang penting dari produksi
, tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Islam adalah agama komprehensif yang ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan, baik pengaturan tingkah laku manusia, maupun aspek moral dan etika. Islam mengatur sedemikian detil hal-hal kecil, semacam halal-haram, najis-suci dan sebagainya. Sehingga hal ini yang membedakan kesempurnaan Islam dibanding sistem kemasyarakatan manapun, baik modern atau lama, termasuk dalam hal ini konsumsi.
Konsumsi tentu tidak hanya berkaitan dengan makanan, karena konsumsi terkait juga dengan pemanfaatan barang dan jasa. Oleh karenanya pemanfaatan energi untuk memenuhi kebutuhan manusia juga merupakan bentuk konsumsi itu sendiri.
Hemat Energi, Lingkungan Hidup dan Kemaslahatan Hidup
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kekayaan yang luar biasa. Di antara kekayaan itu adalah, hamparan tanah sawah dan perkebunan, sungai dan lautan beserta isinya, gunung-gunung yang masih aktif, pusat-pusat tambang perut bumi, potensi hutan yang amat besar, dan didukung oleh kuantitas sumberdaya manusia yang besar. Semua adalah rahmat dan karunia Allah pada bangsa Indonesia untuk didayagunakan sebesar-besar kemakmuran rakyatnya.
Eksploitasi terhadap tambang, hutan dan sumberdaya air yang sedemikian luas, akan sangat mengkhawatirkan manakala tidak diimbangi dengan pengelolaan yang sesuai dengan asas kemanfaatan seluruh rakyat dan asas pelestarian lingkungan hidup.
Melalui pemanfaatan SDA yang cerdas dan berwawasan lingkungan, diharapkan dapat mencapai kemaslahatan hidup yang sesungguhnya. Yakni suatu kehidupan masyarakat yang adil makmur dan sejahtera. Allah SWT berfirman: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmatan lil'alamiin" (QS. 21 : 107). Pandangan hidup ini mencerminkan pandangan yang holistis terhadap kehidupan kita, yaitu bahwa manusia adalah bagian dari lingkungan tempat hidupnya. Sekaligus manusia merupakan pemegang mandat pemakmur bumi.
Namun manusia pula sebagai pembuat kekacauan bumi, sebagai akibat perbuatan nafsu rakus dan boros anak manusia, yang sebenarnya oleh Allah telah diingatkan dalam firmanNya: "Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah membuat kerusakan di muka bumi", mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS. 2 : 11).
Keingkaran manusia tersebut menimbulkan bencana alam dan kerusakan di bumi sebagaimana firmanNya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". Katakanlah : "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)." (QS. 30 : 41-42).
Tanda-tanda kebenaran firman Allah telah dapat dibuktikan dalam fakta banyaknya terjadi bencana alam, kekeringan, banjir, tanah longsor, air yang tercemar, bahan bakar yang menipis dan lain-lain.
Oleh karenanya manusia sudah seharusnya kembali instrospeksi, konsolidasi, dan menata kembali budaya yang memperkosa alam dengan pemborosan SDA menjadi budaya yang dianjurkan oleh sang pembuat alam semesta beserta manual prosedurNya. Termasuk upaya sederhana yang berdampak besar yakni berhemat dalam mengkonsumsi apapun termasuk listrik, BBM dan Air. Wallahu A’lamu.