Selasa, 27 Januari 2009

“Membunuh Waktu” sekaligus Mendayagunakan Waktu


Oleh: M. Afif Hasbullah

Jum’at lalu (23 Januari 2009), pagi-pagi sekali sekira pukul 03.15 segera saya bergegas untuk mandi dan berkemas untuk menuju bandara Juanda. Pagi buta itu, saya berangkat menuju Jakarta dengan pesawat Mandala paling pagi, yakni pukul 06.00 persis. Kalau maskapai lain, biasanya suka telat-telat. Oleh karena itulah saya pilih Mandala, biasanya tepat waktu. Selain itu dengan pengalaman terbang sebelum-sebelumnya, apalagi dengan perbaikan manajemen di Mandala, cukup dapat dirasakan pelayanan penumpang dapat ditingkatkan. Termasuk dengan armadanya yang masih tergolong baru dan nyaman yakni Airbus A320.
Sepagi itu saya berangkatdengan tujuan agar beberapa pekerjaan selama di Jakarta bisa selesai dalam waktu sehari. Apalagi hari jum’at, kata orang hari pendek (padahal semua hari sama, 24 jam), maka saya berupaya untuk menyelesaikan semua tugas pada hari itu, tidak usah menginap. Tiket Pulang Pergi pun sudah saya pegang. Takut kehabisan tiket kalau belinya di Jakarta. Apalagi dengan kemungkinan macet dan hujan deras di Jakarta, saya memang jadi tidak ada pilihan untuk tidak berangkat pagi-pagi. Bahkan pulangnya pun saya ambil pesawat yang agak malam yakni pukul 20.20. Maksud saya biar tidak terburu waktu.
Perjalanan kali ini, saya hendak menuju ke beberapa tempat, yakni Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual(HAKI) di Jalan Daan Mogot KM 24, setelah itu saya baru ke Dikti di dekat Gelora Bung Karno Senayan. Sebelum beli tiket sebetulnya ada rencana ketiga, yakni menuju Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mendaftarkan ISSN buat jurnalnya Fakultas Ekonomi Unisda. Namun karena pengurusan ISSN itu sudah saya daftarkan melalui internet dua hari sebelumnya, jadi saya tidak perlu lagi ke kantor LIPI di Gatot Subroto itu.
Setiba di Bandara Soetta Cengkareng,sekira pukul 07.15, saya bergegas sarapan lebih dahulu di salah satu restoran di lingkungan bandara. Maklum, dari rumah hanya minum teh hangat saja,perut sudah keroncong.
Setelah makan, saya cari taksi saja menuju Daan Mogot untuk mengambil sertifikat merek atas nama Unisda. Syukur alhamdulillah perjalanan lancar, sehingga sampai di Daan Mogot kira-kira baru pukul 09.00 pagi. Proses pengambilan sertifikat merek itu pun juga tidak makan waktu lama, hanya 10 menitan.
Segera setelah dapat sertifikat saya cari angkot ke jurusan Terminal Kalideres. Cukup tiga ribu sudah sampai di terminal itu. Langsung ganti angkutan menuju Senayan. Saya pilih naik busway saja, selain cepat juga murah. Cepat, karena busway punya jalan sendiri. Murah, karena tarip dari kalideres sampai Halte Gelora Bung Karno Senayan, dekat dikti itu, hanya Rp. 3500. Bayangkan kalau naik taksi udah habis berapa itu.
Perjalanan dari Daan Mogot hanya perlu waktu kira-kira 40 menit. Turun busway saya jalan sedikit ke Gedung dikti yang persis bersebelahan dengan Hotel Atlet Century. Di sana saya segera menuju lantai 6 tempat Direktorat Kelembagaan berkantor. Ternyata, Pak Darsono yang ingin saya temui belum datang. Beliau baru datang sekira pukul 11.30.
Setelah ketemu dengan Pak Dar, saya menuju masjid Depdiknas untuk menunaikan sholat Jum’at.Khotib Jum’at itu berkhotbah mengenai penyerbuan Israel ke Palaestina. Kata Khotib, Israel memang bangsa yang selama sejarah dunia senantiasa membuat onar. ”Banyak nabi diturunkan ke bangsa Israel, namun bangsa Israel tetap kembali membangkang dengan syari’at Allah”, demikian khotib tegas menyampaikan.
Jum’at itu di Masjid Depdiknas, infaq masjid akan disumbangkan ke warga muslim Palestina. Saya melihat kotak amal banyak ditambah dibandingbeberapa Jum’at lainnya yang saya sempat Jum’atan di sana.
Sekira pukul 13.00 siang, saya menuju Senayan City. Saya ingin menghabiskan waktu dengan kegiatan yang tidak membosankan. Waktu saya di Jakarta masih beberapa jam lagi. Kalau harus bengong, sungguh membosankan. Pada sisi lain, kalau mau bertemu beberapa kolega saya belum ada janji. Mau ketemu tokoh-tokoh, juga belum ada janji ketemu. Jadi saya putuskan saja ke Mall yang ada di sekitar senayan itu.
Di senayan City itu ada beberapa tujuan saya untuk ”membunuh waktu”. Tujuan pertama makan siang di Restoran Sunda, kemudian ke Toko Growing Fun untuk membelikan anak-anak alat peraga pembelajaran matematika. Habis itu baru cari acara santai, yakni nonton film Burn After Read, yang dimulai persis ketika saya berada depan loket Bioskop XXI itu. Waktu masih juga terasa panjang ketika film sudah selesai, akhirnya saya ke toko buku Gunung Agung. Saya membeli beberapa buku untuk istri dan anak-anak. Selain itu saya beli CD mengenai ESQ. Saya memang tidak pernah melewatkan untuk melihat-lihat buku baru di toko buku di kota yang saya kunjungi.
Kira-kira pukul 16.30 Sore, saya bergegas menuju Plaza Senayan City, cari taksi yang membawa saya menuju ke Stasiun Gambir. Dari Gambir itulah saya biasa naik bus Damri menuju bandara Cengkareng.
Sehabis buka pintu taksi, sopir menyapa, ”mau diantar ke mana pak?”, ”ke Gambir”, jawab saya. ”Bapak sedang tugas di Jakarta?”, tanya Pak sopir kembali. ”Ya”, saya menjawab singkat. Namun sejurus kemudian saya berusaha memberi informasi tambahan mengenai keberadaan saya, karena saya sendiri merasa aneh, lagi kerja kok di Mall. Saya membatin demikian. ”Saya tadi ”membunuh waktu” Pak Sopir”. Pak Sopir langsung menjawab, ”Pak, waktu kok dibunuh toh?, eman pak, saya saja kalau bisa waktu itu ditambah, biar saya lebih punya kesempatan untuk bekerja menambah penghasilan.” Ia pun melanjutkan,”Pak kalau bisa waktu dimanfaatkan sebaik-baiknya, jangan disia-siakan”.
Saya tertegun saja mendengar Sopir taksi berkata seperti itu. Saya jelaskan bahwa keberadaan saya di Mall bukan semata-mata hura-hura atau bersenang-senang. Karena toh, dari pada saya bengong menunggu pesawat saya. Mending cari kegiatan yang bermanfaat, ke toko buku dan cari alat belajar untuk anak-anak saya. Begitu saya sampaikan pada pak sopir.
Justru saya berangkat pagi-pagi dan langsung pulang sore untuk efisiensi waktu. Saya memang tidak pernah lama-lama kalau bepergian. Pada dasarnya saya orangnya selalu kangen rumah. Jadi kalau urusan beres pasti langsung pulang saja.
Diawali oleh kata membunuh waktu tadi, PakSopir menceritakan betapa beban berat hidupnya. Rumah masih ngontrak, bahkan katanya pada pagi hari itu mereka diancam oleh pemilik kontrakan untuk segera mengosongkan rumahnya. Untuk jaminan pengosongan, tabung gas untuk masyarakat miskin yang menjadi hak bapak sopir taksi tadi pun diambil (disita) pemilik rumah. Belum lagi, katanya ia habis sakit sehingga kulkas dan televisi pun terjual untuk biaya pengobatan. Dengan menghiba, dalam curhatnya bapak itu menceritakan bahwa pagi itu ia tidak tahu apakah di rumah anak istrinya sudah makan apa belum. Karena tabung gasnya disita.
Dari dialog dengan Pak Sopir itu mengenai waktu. Saya kemudian membayangkan bahwa betapa berharganya waktu bagi manusia.
Pentingnya Waktu
Betapa berharganya waktu, sampai-sampai waktu diibaratkan bagai pedang yang menghunus. Siapa yang memanfaatkan waktu dengan baik maka akan mendapat keuntungan dari waktu itu sendiri. Barangsiapa yang melenakannya, maka bersiaplah untuk kehilangan segalanya, karena waktu akan melibas kita.
Siapapun kita, apapun latar belakang kita. Semua butuh waktu. Untuk mempersiapkan keinginannya, untuk mencapai tujuannya, semua orang butuh waktu. Waktu menjadi terasa panjang dalam menunggu, waktu terasa membosankan dalam menanti janji yang tak ditepati, waktu terasa hilang terlewati begitu saja ketika seorang bengong tak karuan. Demikian pula, waktu dapat terasa cepat bagi sepasang kekasih yang dimabuk asmara. Waktu bisa terasa menegangkan ketika akan menghadapi ujian dan pertanggungjawaban.
Jadi, rasa dalam sebuah waktu akan mengikuti perasaan kita dalam memperlakukannya. Waktu dengan demikian sangat berguna dan berharga. Oleh karenaya, manusia musti memanfaatkan waktu yang berjalan untuk mencapai cita-cita dan keinginannya. Memanaj waktu menjadi penting. Berjalannya usia, dari detik sampai tahun adalah aset yang diberikan oleh Tuhan pada setiap manusia, manfaatkanlah itu, pergunakan sebaik-baiknya untuk mencapai hidup dalam kesejahteraan, ketentraman dalam bingkai ketakwaan.
Bertambahnya usia,bukanlah merupakan bentuk deretan panjang umur yang dengan pongah dibanggakan. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia, hendaklah introspeksi. Muhasabah atas seberapa banyak kebaikan yang kita lakukan dan prestasi yang kita raih. Bukannya melupakan diri atas kesalahan dan kehilafan yang telah diperbuat selama ini.
Waktu kosong dan waktu yang belum terjadwal, hendaklah dimanfaatkan dengan baik. Mencari kegiatan positif adalah bentuk utama dari solusi atas tiadanya produktifitas pada suatu waktu yang kita punyai. Dari produktifitas waktu itulah,betapapun sedikitnya waktu, kalau seorang anak manusia memanfaatkan dengan optimal, di kemudian hari, pasti hasil nyata akan dicapai.
Apa yang saya lakukan dalam cerita perjalanan ke Jakarta tersebut di atas adalah upaya saya untuk memanfaatkan waktu. Bukan sama sekali untuk menghamburkan waktu. Menonton film tentu adalah merupakan bagian dari belajar kehidupan. Demikian pula membeli buku, bukanlah suatu aktifitas yang percuma. Itulah sedikit upaya saya yang dengan maksimal dapat berusaha memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, setidak-tidaknya menurut saya pribadi.
Istilah ”membunuh waktu”, bukan sama sekali kata yang harus dimaknai dengan membuang waktu. Tapi itu semata-mata adalah istilah saya dalam memanfaatkan waktu yang ada di depan saya namun belum ada kegiatan pasti. Saya berusaha memanfaatkannya, mengisinya dan mendayagunakannya untuk kepentingan saya dan keluarga. Setidaknya itulah salah satu timing di mana saya memanfaatkan waktu.
Sebagai penghargaan atas pertanyaan menyentil Pak Sopir tadi, saya hadiahkan untuknya ongkos argo taksi 3 kali lipat lebih banyak dari tarif yang ada. Hitung-hitung shodaqoh untuk faqir miskin. Bagaimana dengan anda? Saya yakin anda lebih baik lagi dalam ”membunuh waktu” yang ada!.

Sabtu, 17 Januari 2009

Simpati untuk Palestina, Kutukan untuk Israel



Oleh: M. Afif Hasbullah

    Serangan yang dilakukan oleh Israel sejak 30 Desember lalu sungguh telah menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan. Betapa tidak, bahwa serangan yang dilakukan oleh tentara Israel pada Palestina telah benyak merenggut korban tak berdosa. Anak-anak dan perempuan tak tahu apa-apa, masyarakat sipil tak bersenjata terkena akibat dari serangan militer itu. Kekuatan yang tak berimbang, di mana muslim Pelestina dengan senjata maksimal roket diserang oleh kekuatan militer canggih Israel dengan persenjataan lengkap, mulai tank, helikopter, pesawat tempur, bahkan rudal yang mempunyai daya jelejah lebih unggul dari Palestina ia punya, termasuk kapal perang.
    Agresi militer Israel sungguh merupakan kejahatan perang. Mereka melakukannya dengan tanpa menghiraukan hukum perang sebagaimana tercantum pada Konvensi Jenewa. Akibatnya selain keluarga tidak berdosa menjadi korban, juga fasilitas umum banyak yang menjadi korban. Dengan alasan bahwa aset-aset publik itu menjadi sarang dari pejuang Hamas Palestina, mereka menghalalkan segala cara untuk membombardir Masjid, Madrasah, Pasar maupun fasilitas umum lainnya.
    Hari demi hari korban senantiasa bertambah. Bahkan hari ini sejak agresi Israel akhir Desember lalu sudah lebih seribu korban keganasan pasukan Israel. Muslim Palestina sebagai bangsa yang terjajah berusahan mempertahankan diri dan memperjuangkan tegaknya negara palestina di muka bumi. Namun disamping agresi Isreal yang kerap dilakukan itu, juga blokade bahan makanan dan kebutuhan pokok yang dilakukan oleh Israel terhadap akses keluar masuk barang kebutuhan hidup warga Palestina, menjadikan warga palestina semakin tersiksa, terhimpit dalam kesempitan. Akibatnya, obat-obatan tidak bisa masuk, bantuan sulit untuk ditembus, apalagi persenjataan, sangat lebih sulit untuk didapat oleh muslim Palestina.
    Sungguh merupakan suatu kedloliman yang yang harus dikutuk. Sebagai sesama muslim, tentu kita di seberang lautan ini mempunyai kewajiban penuh untuk membantu saudara-saudara kita di Palestina. Sesama muslim adalah saudara. Tidak ada pembedaan persaudaraan terbatas hanya pada warna kulit, jenis kelamin, kebangsaan, kewarganegaraan maupun agama dan kepercayaan sekalipun. Islam telah mengenalkan ummatnya dengan tiga bentuk persaudaraan, yakni ukhuwwah Islamiyyah, ukhuwwah wathoniyyah, dan ukhuwwah insaniyyah. Masing-masing bentuk persaudaraan itu mendorong agar muslimin dapat bersatu dalam satu barisan, yakni barisan persaudaraan sesama muslim, barisan persaudaraan sesama warga negara, dan barisan persaudaraan sesama manusia.
    Islam adalah agama yang cinta perdamaian, agama yang mengajarkan kasih dan sayang antar sesama manusia. Demikian pula, sebagai orang Indonesia, negara ini sangat cinta damai, lihat saja dalam mukaddimah UUD 1945 di sana tegas disebut Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
    Oleh karenanya menjadi jelas bagi kita, sebagai ummat Islam harus membantu mereka saudara kita di Palestina. Demikian pula, sebagai orang Indonesia. Dengan tetap nasionalisme Indonesia kita junjung tinggi, bantulah warga palestina untuk merdeka bebas dari penjajahan zionis Israel.
    Lantas apa yang dapat dilakukan untuk membantu saudara kita di Israel. Sebagai suatu pandangan, maka ada beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan:
1. membantu obat-obatan dan alat kesehatan
Membantu obat dan alat kesehatan termasuk mobil ambulance, sangat diperlukan di Palestina. Mengingat mereka sedang ada dalam kondisi luka-luka dan kritis sebagai akibat luka-luka perang yang emergency.
2. membantu bahan pangan
Dengan blokade Israel yang memutus mata rantai jalur pengiriman bahan pangan, tentu makanan pokok menjadi penting dikirim ke Palestina.
3. membantu sarana papan
Bom-bom yang membumi hanguskan fasilitas pribadi dan publik menjadikan mereka ada dalam pengungsian, karena tidak ada tempat berteduh lagi. Oleh karenanya perlu dibantu untuk pembuatan tempat pengungsian yang layak, dan nanti apabila perang sudah usai kita bantu dengan membangun kembali fasilitas publik dan rumah-rumah mereka.
4. membantu sumberdaya dana
Mungkin saja dari bantuan materi tersebut di atas, masih ada yang kurang cocok dengan kebutuhan hari demi hari. Maka ada baiknya pula bantuan itu diserahkan dalam bentuk fresh money, biarlah mereka membelanjakan untuk kepentingan yang mereka tentu lebih tahu.
5. membantu doa dan istighotsah serta qunut nazilah
Doa dan munajat kepada Allah mutlak harus senantiasa dipanjatkan oleh sesama muslim. Baik sudah menyumbang materi atau belum, semua harus berdoa untuk mereka para mujahid dan keluarganya.
    Selain itu, hal-hal yang dapat pula di lakukan, namun tentu sangat beresiko terhadap keselamatan jiwa kita dan proses perdamaian yang sudah seharusnya terus didorong:
1. Mengirim persenjataan
Persenjataan memang dibutuhkan, namun mengirim senjata apabila tidak dapat mengimbangi atau di atas kekuatan persenjataan Israel, justru hanya akan memperlama perang, dan sorban juga akan semakin bertambah. Kalau mau kirim senjata harus lebih tinggi dari Israel. Belum lagi ini akan menghambat proses perdamaian.
2. Mengirim pasukan bala bantuan untuk Palestina
Mengirim pasukan bala bantuan juga buka pilihan terbaik. Bukannya kita takut mati dalam perang. Namun kondisi, situasi medan dan alam di sana jelas sangat berbeda. Belum lagi strategi perang yang diterapkan di sana mungkin cukup berbeda dengan kebiasaan militer kita. Ini tentu juga akan menyulitkan koordinasi di sana , termasuk koordinasi perang antara pasukan Hamas dan bala tentara. Jangan-jangan malah menyulitkan pasukan Hamas sendiri.
    Memang, sudah sebaiknya bukan hanya simpati pada Israel melalui tulisan bahkan demo sekalipun yang kita lakukan. Namun aksi nyata atas apa yang terjadi, dengan tentu berdasarkan catatan hati nurani yang tertulis dalam surat-surat pernyataan kutukan pada Israel maupun simpati pada Palestina. Palestina menunggu aksi nyata, bukan sekedar berkoar lewat tulisan atau unjuk rasa.
    Ada baiknya mengakhiri tulisan ini saya mencuplik surat pernyataan PBNU yang cukup sejuk. Sayangnya aksi pernyataan PBNU itu kurang ditindaklanjuti dengan aksi nyata seperti halnya dalam surat pernyataannya (minimal sepanjang pengamatan saya di lapangan).


Pernyataan dan Sikap PBNU atas Serangan Israel terhadap Palestina

Memperkuat pernyataan bersama NU dan ormas-ormas Islam dalam rangka menyambut Tahun Baru 1430 H, yang di dalamnya terdapat pernyataan tentang agresi Israel terhadap wilayah Palestina pada 30 Desember 2008 lalu. Dan, mengikuti perkembangan terakhir peristiwa ini, PBNU perlu menegaskan kembali sikap tentang hal ini.

Masyarakat dunia sedang menyaksikan kesombongan, keangkuhan dan kebrutalan Israel dengan serangan ke wilayah Gaza, Palestina, sejak sepekan yang lalu.
Serangan udara maupun darat telah menghancurkan wilayah bangsa Palestina dan telah menyebabkan lebih dari 500 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka. Banyak di antaranya adalah rakyat biasa, perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa.

Jelas-jelas serangan itu, dengan alasan apa pun, adalah tindakan biadab yang jauh dari moralitas bangsa beradab. Serngan juga telah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan, menginjak-injak rasa keadilan, kedaulatan bangsa Palestina serta bangsa-bangsa lain dan masyarakat dunia yang cinta perdamaian.

Mengingat serangan tersebut sampai hari ini masih terus berlanjut dan korban rakyat Palestina terus berjatuhan, sementara Israel tanpa malu terus melakukan serangan ke wilayah Gaza, sedangkan PBB dan bangsa-bangsa lain di dunia belum mengambil tindakan untuk mengentikan serangan Isreal, dengan ini PBNU menegaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Mengutuk tindakan penyerangan tentara Israel ke wilayah Gaza, Palestina, karena hal itu adalah sebuah tindakan yang berlawanan dengan prinsip-prinsip hidup berdampingan secara damai, menghancurkan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa lain, menginjak-injak perikemanusiaan dan tidak menghormati hubungan baik sesama bangsa. Serangan itu betul-betul telah memberikan bukti nyata bahwa Israel telah melakukan kekejaman yang mengakibatkan korban masyarakat sipil, perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa. Ini jelas merupakan pelanggaran terhadap konvensi Genewa dan masyarakat dunia harus menganggap serangan Israel itu sebagai tindakan kejahatan perang.

2. Mendesak negara-negara anggota PBB untuk melakukan langkah-langkah guna menghentikan serangan Israel terhadap Palestina, dan mendesak PBB untuk menjatuhkan sanksi berat terhadap Israel, termasuk mengajukan para pemimpin Israel ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang, agar peristiwa serupa tidak terulang lagi di dunia ini. NU sangat menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi penghentian serangan Israel terhadap Gaza, karena adanya penolakan oleh satu negara.

3. Menyerukan kepada pemerintah Amerika Serikat dan negara sekutunya agar dengan sungguh-sungguh memperhatikan aspirasi dan tuntutan masyarakat dunia bahwa apa yang telah dilakukan Israel adalah bukti nyata tidak ada kemauan Israel untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah dan sebaliknya, dengan tanpa malu melakukan peninstaan terhadap prinsip-prinsip hubungan antarbangsa yang menjunjung tinggi dan menghormati hak bangsa lain untuk hidup merdeka dan berdaulat.

4. Mendesak PBB dan negara-negara besar untuk mewujudkan perdamaian di Timur Tengah yang adil dan langgeng. Upaya-upaya yang dilakukan itu tentunya tidak hanya ‘lip service’ sebagaimana kesan selama ini, melainkan upaya yang sungguh-sungguh demi terwujudnya perdamaian yang hakiki. Dalam konteks ini, peran obyektif Amerika Serikat, yang selama ini menjadi pendukung setia Israel, sangat diharapkan, karena hal ini akan menentukan terwujudnya perdamaian yang dimaksud.

5. Menyerukan kepada seluruh faksi politik dan kelompok masyarakat Palestina, khususnya para pemimpin Hamas dan Fatah, para alim ulama dan cerdik pandai untuk secara sungguh-sungguh merapatkan barisan, menyatukan pandangan dan bersikap lebih realistis serta bersatu memperjuangan Palestina yang merdeka dan berdaulat.

6. Mendorong pemerintah Indonesia untuk melanjutkan pengiriman bantuan kemanusiaan kepada Palestina dan bahkan untuk mengirim tentara perdamaian di bawah bendera PBB serta melakukan inisiasi dan langkah-langkah diplomasi dalam rangka penghentian serangan dan pemberian sanksi.

7. Menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususny warga NU, untuk menggalang solidaritas membantu rakyat Palestina, melalui penggalangan dana, relawan kemanusiaan, pengiriman obat-obatan dan pakaian, ‘istighosah, qunut nazilah, zikir dan doa bersama untuk keselamatan para pejuang Palestina dan untuk para korban kaum muslimin Palestina yang gugur sebagai syuhada.

8. PBNU melalui International Conference of Islamic Scholars (ICIS) bekerja sama dengan jaringan civil society di dunia yang peduli dengan perdamaian di Timur Tengah akan berusaha menggalang solidaritas dan menyamakan pandangan serta mengambil langkah untuk mendorong terciptanya iklim yang kondusif di Timur Tengah bagi terselenggaranya perundingan damai antara Palestina dan Israel serta mengambil langkah-langkah untuk menggalang bantuan moral maupun materi bagi korban serangan brutal Israel terhadap Palestina.

9. PBNU menginstruksikan kepada Pengurus Cabang Istimewa NU di Timur Tengah dan Afrika, seperti, Arab Saudi, Suriah, Yordania, Irak, Iran, Mesir, Tunisia dan Maroko agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membantu korban rakyat Palestina akibat serangan Israel.

Jakarta, 5 Januari 2009/6 Muharram 1430

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

H Hasyim Muzadi

Ketua Umum

Dr Endang Turmudi MA

Sekretaris Jenderal

Senin, 12 Januari 2009

Perguruan Tinggi Harus Steril dari Politik Praktis

Oleh: M. Afif Hasbullah
    Politik praktis dapat dipahami sebagai suatu kegiatan atau peril
aku yang dilakukan oleh warga negara atau kelompok masyarakat termasuk partai dalam rangka untuk melaksanakan hak-hak politiknya sebagai warga negara. Politik praktis biasa muncul dalam aktifitas pemilu, warga negara ketika itu melaksanakan hak-hak politiknya, menyuarakan pendapatnya dan juga menjadi bagian dari partai politik baik dalam bentuk keanggotaan parpol, simpatisan, atau juga pemilih parpol tersebut. Penyuaraan hak-hak politik warga negara tentu tidak hanya melalui pemilu. Warga negara bisa juga menyatakan aspirasinya dalam forum-forum lain untuk melakukan fungsinya sebagai pemegang kedaulatan rakyat.
    Demikian pula golput atau mereka yang tidak menggunakan hak suaranya dalam pemilu juga sedang berpolitik pada dasarnya. Sepanjang mereka yang golput itu mempunyai alasan-alasan yang rasional, misalnya diantara para caleg tidak ada yang pas untuk dipilih, diantara calon presiden tidak ada yang cocok untuk dipilih, demikian pula partai-partai yang tidak menarik bagi warga yang golput tersebut. Mereka seyogyanya sudah melakukan politik praktis dalam bentuk tidak memilih. Terkecuali, mereka tidak dapat dikatakan golput manakala atas dasar daftar pemilih yang tidak tepat, sehingga tidak mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
     Politik praktis berarti merupakan sikap dan pilihan sadar untuk ikut ambil bagian dalam proses dukung-mendukung dan pilih-memilih dalam ranah kekuasaan. Tidak jarang pula, dalam politik praktis disertai tawar menawar atau kontrak politik antara mereka para kontestan pemilu dengan para calon pemilih atau kelompok calon pemilih.
    Politik praktis oleh karenanya sangat rentan dengan kepentingan, apakah itu kepentingan pribadi ataupun kelompok. Apalagi ranah perebutan kekuasaan adalah bagian terpenting dari politik praktis, maka tentu sangat rentan dengan pembelahan-pembelahan aspirasi di tengah-tengah masyarakat. Karena akan sangat mustahil dalam perebutan kekuasaan – apalagi di era demokratisasi semacam ini – suara masyarakat menjadi tunggal. Pasti, dalam perebutan kekuasaan muncul faksi-faksi yang berkepentingan untuk meraih dukungan dari rakyat.
Politik dan Resiko Kepentingan di dalamnya
    Seluruh elemen masyarakat sudah seharusnya menjadi bagian dalam proses politik. Salah satunya adalah penggunaan hak politik dalam menentukan nasib bangsa melalui pemilihan eksekutif ataupun legislatif lewat sarana pemilu. Karena rakyat yang baik adalah rakyat yang ikut aktif dalam proses pengambilan keputusan penting di negaranya. Justru manakala rakyat suatu negeri tidak tertarik pada persoalan dan problem bangsanya bukanlah merupakan profil pemegang kedaulatan yang baik. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju It’s Our Country. Oleh karenanya, respon dalam turut ambil bagian dalam proses politik baik yang sifatnya positif (dukungan) maupun yang negatif (kritik) adalah merupakan sikap yang harus dihormati dalam berdemokrasi.
    Persoalannya adalah, seringkali munculnya dukungan maupun kritikan tidaklah mesti didasari oleh suatu tekad yang tulus ikhlas untuk kebaikan bersama dan kemakmuran seluruh rakyat. Kerap terjadi bentuk aktifitas politik itu dilatari oleh kepentingan kelompok, golongan, bahkan tendensi kepentingan pribadi. Dalam proses politik semua kepentingan yang tersembunyi itu kemudian dibungkus dalam wadah yang cantik dan menarik, yakni demi kepentingan rakyat. Padahal semuanya hanya bungkus alias bohong belaka.
    Sering kita jumpai adanya caleg atau cabup yang menjanjikan ini itu. Menjanjikan kemakmuran, menjanjikan kesejahteraan, menjanjikan biaya sekolah gratis, menjanjikan biaya berobat gratis, sampai janji untuk mengaspal jalan dan mengentas pengangguran. Namun apa yang terjadi kemudian ketika si calon terpilih?, acap dijumpai mereka ingkar janji terhadap materi kampanye mereka. Mereka seakan lupa atau pura-pura lupa bahwa janji itu hutang dan tanggung jawab yang harus di tunaikan.
    Di dalam posisi inilah kemudian, politik praktis seringkali tidak menampakkan kesan positif di tengah-tengah rakyat atau para pemilih. Ada gurat kekecawaan yang terpendam atau bahkan terlampiaskan manakala si calon yang sudah jadi itu ingkar janji bahkan menipu rakyat. Demontrasi, unjuk rasa dan cacian serta makian kerap muncul manakala masyarakat sudah terkecewakan. Bahkan yang lebih ironis, masyarakat akan menjadi cuek dan apatis terhadap proses politik yang sedang berjalan. Karena rakyat merasa sering ditipu atau dibohongi, maka ketika event-event pemilu atau pilkada dikemudian hari mereka menjadi malas untuk memilih. Mungkin di antara mereka akan berkata, ”kenapa saya harus ikut milih, lha wong kehidupan saya sama saja, tidak kunjung sejahtera dan harga-harga tetap semakin naik.” Mungkin juga orang yang berbeda akan bilang, ”saya tidak usah milih, lha wong dibujuki thok rakyat iki. Mendingan ke sawah dapat hasil”. Ucapan semacam ini menjadi berbahaya terhadap proses demokratisasi yang sedang berjalan. Karena dengan pola pikir apriori semacam itu, proses politik yang sedang berjalan hasilnya nanti akan kurang kredibel. Misalnya dengan golput lebih 50 persen pasti tidak salah bila ada sementara orang menganggap bahwa proses pemilu kurang baik kualitas.
Perguruan Tinggi dan Politik Praktis
    Persoalan sebagaimana tersebut di atas itulah yang kemudian menjadikan perguruan tinggi harus disterilkan dari politik praktis. Adanya
pembelahan masyarakat sesuai kepentingan yang diusung serta adanya cedera janji dan politik yang bernuansa partisan menjadikan institusi penting dalam kehidupan bangsa ini harus dilindungi.
    Perguruan tinggi dalam kedudukannya seharusnya lebih mengutamakan aktivitas tri dharmanya, yakni pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Di dalam pelaksanaan tri dharma itu perguruan tinggi harus melakukan aksi-aksi ilmiah, kerja-kerja akademik, dan juga hasil-hasil pemikiran yang dapat digunakan serta dinikmati oleh rakyat. Pandangan-pandangan moral dan arahan untuk kebaikan penyelenggaraan negara dan kesejahteraan rakyatlah yang justru ditunggu oleh mereka. Bukan aksi dukung mendukung seperti dalam politik praktis itu.
    Arahan perguruan tinggi tetap dibutuhkan. Pemikiran obyektif untuk bangsa dan proses politik yang sedang berjalan juga senantiasa ditunggu. Inilah sesungguhnya gerakan politik ala kampus. Bukan politik praktis, namun politik ilmiah dan politik moral kebangsaan.
    Perguruan tinggi saat ini masih relatif dianggap sebagai institusi dalam negara yang mempunyai kewibawaan. Masih dianggap obyektif. Kerap pula dihormati, karena di dalamnya banyak tokoh-tokoh ilmuwan yang negarawan. Wajar, bila dalam lowongan untuk jabatan-jabatan penting dalam lembaga negara, ada tempat atau porsi khusus untuk ditempati kalangan akademisi kampus.
    Sehingga apabila perguruan tinggi terlalu masuk dalam politik praktis, dikhawatirkan independensinya terganggu, kepercayaan masyarakat berkurang, serta kredibilitas perguruan tinggi akan dipertaruhkan. Apalagi bila yang didukung perguruan tinggi itu kemudian melakukan tindakan tercela, semisal korupsi, ingkar janji, dan penyalahgunaan kekuasaan lainnya.
Akademisi Kampus yang Tergoda Politik Praktis
    Kampus adalah lembaga yang di dalamnya terdiri dari sivitas akademika, baik mahasiswa, maupun dosen dan karyawan. Semua insan akademik sebagai warga negara mempunyai hak politik masing-masing. Artinya semua orang kampus itu juga berhak dan noleh untuk ikut dalam proses politik praktis, karena itu haknya. Namun, manakala mereka dalam menggunakan hak-haknya itu di dalam kampus atau dengan embel-embel kampus (kampusnya di bawa-bawa) maka sama saja dengan kampusnya akan terseret dalam potret politik praktis. Termasuk mengerahkan massa untuk kampanye dikampus, penempelan poster calon di kampus, bahkan memasukkan atribut kampus dalam kegiatan partai (kampus di bawa keluar) adalah suatu aktifitas yang sudah tidak selayaknya dilakukan oleh akademisi.
    Belakangan ini memang sering dijumpai orang kampus yang tergoda masuk menjadi calon legislatif. Mereka bisa mahasiswa atau bahkan dosennya. Mereka yang dosen, ada yang dosen biasa dan ada yang merangkap pejabat. Beberapa perguruan tinggi mengambil sikap, mereka yang mencalonkan diri harus mundur dari jabatannya. Namun ada juga perguruan tinggi lain yang cukup cuti. Ini memang harus disikapi dengan arif. Tidak kemudian asal main pecat, namun harus dikomunikasikan dan diatur dengan kode etik dosen ataupun masuk ketentuan dalam statuta kampus. Yang penting, kampus harus netral dan terjaga dari kepentingan-kepentingan sesaat parpol atau caleg.
   Bagaimana dengan mereka akademisi yang ingin berpolitik praktis?, berpolitiklah, namun harus di luar kampus dan tidak mengatasnamakan kampus untuk kepentingan kampanyenya. Baik membawa jabatan maupun membawa identitas atau simbol kampus dalam kegiatan kampanye, misalnya membawa logo, jaket almamater, bahkan toga kampus.
Peran Perguruan Tinggi dalam Demokratisasi
    Walaupun kampus harus steril dari politik praktis, namun kampus tetap punya tanggungjawab juga untuk pendidikan politik rakyat (civic education). Kampus justru harus menjadi bagian terdepan dalam mendidik masyarakat melek politik, selain itu kampus juga harus menjadi pengawal jalannya demokratisasi agar supaya tidak melenceng dari tujuannya yang hakiki yang mewujudkan kedaulatan rakyat sepenuhnya untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial seluas-luasnya. Lebih daripada itu, kampus bahkan harus mengawal teknik prosedural demokratisasi ini, misalnya dengan melakukan pemantauan pemilu melalui forum rektor.
    Insan kampus sudah seharusnya menjadi teladan berdemokrasi. Insan kampus hendaknya menjadi contoh ideal bagaimana beretika dalam event politik. Demikian pula, bagi mereka akademisi yang mencalonkan diri, sejak terdaftar dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anda sudah mulai disoroti masyarakat. Maka hati-hatilah bertindak dan bersikap, jangan bawa kampus untuk kepentingan praktis semata. Wallahu a’lam.

Kamis, 08 Januari 2009

Menyoal Gambar Caleg yang Mengganggu dan Meresahkan


Oleh: M. Afif Hasbullah
    Belakangan ini, gambar calon anggota legislative yang akan bertarung pada pemilu April 2009 nanti semakin bertebaran. Di jalan protokol, pertigaan, perempatan, maupun di tempat-tempat strategis layaknya terminal, pasar, dan pusat keramaian lainnya tak luput dari pemasangan gambar caleg. Luar biasa!, partainya saja ada 38, itu belum lagi jumlah calonnya yang terbagi ke dalam tiga tingkat pemilihan yakni pemilihan tingkat kabupaten/kota, pemilihan tingkat propinsi dan pemilihan tingkat nasional. Kalau saja tiap partai dalam satu tingkat pemilihan rata-rata calonnya 5 berarti untuk keseluruhan calon dalam satu daerah pemilihan tingkat kabupaten akan ada sejumlah 190 gambar calon. Ini tentu dengan estimasi mereka semua pasang gambar.
    Itu belum cukup ramai, karena masih ada kontestan lain yang bertarung dalam pemilihan anggota DPD RI, di Jawa Timur saja ada 31 calon DPD yang akan bertarung memperebutkan suara penduduk Jawa Timur. Memang tidak terlalu banyak, namun bila semua bersaing dengan memasang gambar seenaknya tanpa melihat keindahan tata kota, mengganggu pemandangan bahkan mengganggu keselamatan pengguna jalan. Seringkali pula mereka yang pasang gambar seenaknya itu ternyata tidak tunduk pada aturan hukum mengenai pemasangan reklame maupun aturan kampanye KPU. Jika hal ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk pada masyarakat, karena mereka yang pasang gambar iklan politik itu nota bene tidak mencerminkan sosok yang dapat di contoh buat masyarakat, padahal mereka mestinya harus menjadi contoh karena mereka adalah tokoh masyarakat atau mengatakan dirinya tokoh masyarakat.
    Di samping para caleg sendiri kurang memperhatikan aturan dan nilai-nilai estetika, pihak yang berwenang yakni Panwaslu maupun Satpol PP seolah tidak berani untuk melakukan penertiban. Padahal penertiban itu merupakan kewenangan mereka. Panwaslu menertibkan dengan berdasarkan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Di sisi lain, Satpol PP menertibkan mungkin dengan berdasarkan Perda tentang Pemasangan Reklame yang pasti ada di setiap daerah kabupaten atau kota. Saya juga heran kenapa mereka tidak bisa tegas untuk menertibkan reklame kampanye itu?. Saya terkadang curiga bahwa mereka tidak berani tegas karena takut sama parpol. Atau juga barangkali sudah ada ”tawar menawar” tertentu antara parpol dengan petugas penertiban.
    Bila dibandingkan dengan pengalaman saya memasang iklan baik berbentuk spanduk maupun baliho, semua pasti kami (Unisda) usulkan dengan ijin terlebih dahulu. Semua instansi pemerintah kami kirimi surat, mulai Kepala Daerah sampai dinas-dinas terkait. Bahkan kalaupun bayar, pasti akan kami bayar. Biasanya kami memasang iklan itu adalah dengan tujuan-tujuan sosial dan pesan-pesan pendidikan, seperti Penerimaan Mahasiswa Baru, Kegiatan Seminar, Workshop, Pelatihan Lomba-lomba dan sebagainya. Itu pun menurut pengalaman saya, spanduk-spanduk itu banyak yang hilang. Biasanya yang paling cepat hilang itu di kawasan kota. Kalau di luar kota, masuk desa misalnya, biasanya lebih cenderung awet.
    Dengan model pelayanan dan penegakan hukum yang demikian. Di mana spanduk yang sudah berijin mudah hilang. Artinya, minimal tidak ada pengawasan dari pihak yang berwenang menertibkan. Sedangkan pada sisi lain spanduk maupun baliho caleg yang semrawut tidak ada penertiban, menurut hemat saya adalah merupakan potret penegakan hukum yang timpang dan tidak adil. Kepada satu kelompok masyarakat biasa tegas, sedangkan pada kelompok masyarakat lainnya tidak bisa tegas sama sekali.
    Saya juga sempat membaca di beberapa media ada warning dari yang berwenang (Panwas dan satpol PP) untuk menertibkan sendiri-sendiri (mandiri) bagi mereka yang memasang gambar tidak sesuai aturan yang ada. Namun, saya membaca bahwa warning itu kemudian tidak diikuti dengan tindakan nyata yakni penertiban oleh pihak berwenang. Padahal, mereka yang memasang gambar calon itu sama sekali tidak menggubris sampai tanggal yang ditentukan.
Keindahan Kota dan Keamanan Pengguna Jalan
    Saya berusaha mengamati ternyata pemasangan gambar reklame caleg itu dipasang tanpa memenuhi etika pemasangan, misalnya:
1. Gambar dipasang di lokasi yang tidak boleh dipasang, misalnya ada jalan protokol yang tidak boleh dipasang spanduk. Misalnya kalau di Lamongan di Jalan Lamongrejo. Namun sangat disayangkan di jalan itupun masih banyak spanduk yang berkeliaran tanpa mematuhi aturan.
2. Gambar dipasang di depan rumah orang dan fasiltas publik. Masih kerap di jumpai bahwa gambar-gambar caleg itu mengganggu pemandangan sebuah kantor, sekolahan, rumah sakit dan seterusnya.
3. Gambar dipasang dengan tanpa memperhatikan keindahan taman kota. Kerap juga ditemui baliho-baliho dipasang menutupi hijaunya pohon, memaku baliho di pepohonan kota, mengikatkan gambar pada tanaman. Akibatnya adalah, di samping keindahan taman kota menjadi tidak dapat dinikmati, juga tanaman itu cenderung tersiksa dan mungkin akan mati.
4. Gambar dibuat dengan ukuran yang tidak seragam. Akhirnya ketika dilihat kelihatan tidak estetik sama sekali. Bagi caleg yang minim dana mungkin ukurannya hanya 1X1.5 Meter, caleg yang cukup uang mungkin berukuran 2X3 Meter, bahkan yang kesannya jor-joran bisa berukuran lebiha besar dari itu, misalnya 4X6.
5. Gambar dipasang tidak dengan konstruksi standar. Mestinya standar keamanan pemasangan baliho sudah ada. Aturan itu di buat tentu untuk keamanan dan life time dari baliho itu sendiri. Masak sebuah baliho ukuran 4X 6 atau 3X4 hanya dengan rangka bambu. Ini menghawatirkan ambruk. Saya melihat di musim hujan ini, dengan angin yang sedemikian kencang banyak baliho caleg ambruk. Ini tentu membahayakan pengguna Jalan.
6. Gambar dipasang dengan tutup menutupi yang lain. Ada beberapa baliho yang saya amati (misalnya di pertigaan rel kereta masuk Unisda), saya lihat ada beberapa baliho yang saling tutup menutupi. Biasanya yang baru menutupi yang lama. Ini tentu terkesan persaingan tidak sehat.
7. Gambar dipasang menutupi pandangan. Biasanya ini terjadi di pertigaan atau perempatan. Di mana gambar di pasang pada sudut yang ketika pengguna jalan mau berbelok akan terhalang pandangannya untuk melihat kendaraan dari arah sebaliknya. Juga, gambar yang dipasang di perlintasan kereta, apalagi dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu pandangan kereta api di rel yang tanpa palang pintu. Padahal di rel penyeberangan mestinya tidak boleh terlalu banyak gambar yang mengalihkan pandangan dari kewaspadaan pengguna jalan yang menyeberang terhadap datangnya kereta. Setahu saya, biasanya di perlintasan itu hanya rambu-rambu yang mengingatkan pengendara untuk waspada terhadap kereta yang lewat.
    Mungkin, selain dari beberapa keluhan tersebut di atas, masih banyak lagi etika dan pelanggaran norma hukum reklame yang dilibas oleh para calon wakil rakyat yang terhormat itu.
   Dalam kaitan ini, ada baiknya bagi para caleg agar introspeksi bahwa dirinya adalah calon wakil rakyat yang menyandang gelar terhormat untuk tidak membuat contoh buruk buat masyarakat. Belum jada saja sudah seenanknya apalagi nanti kalu sudah jadi, demikian yang sering saya dengar di masyarakat.
   Buat para pemegang otoritas, supaya bertindak tegas. Gunakanlah aturan yang ada untuk menegakkan aturan seadil-adilnya. Jadilah juga contoh birokrat yang mengabdi kebenaran berdasarkan aturan. Mengenai ini, saya punya pengalaman ketika mengirim keluhan yang ditujukan ke Panwaskab dan dengan tembusan ke KPU dan Satpol PP. Ternyata, sampai seminggu sekalipun tidak ada tanggapan. Padahal mereka seringkali berkilah, untuk menertibkan menunggu laporan keberatan dulu dari masyarakat.
    Akhirnya, mungkin saya hanya bisa mengusulkan agar diatur lagi beberapa komponen yang belum diatur, misalnya ukuran baliho, rangka konstruksi dan yang semacamnya dalam suatu aturan yang mengikat. Agar supaya terjadi persaingan yang fair dan pemandangan pun indah dilihat.

Rabu, 07 Januari 2009

Majelis Dzikir Al Khidmah yang Luar Biasa!


Oleh: M. Afif Hasbullah

    Tiga hari lalu (Minggu, 4 Januari 2009) digelar majelis dzikir di Gresik (depan wisma A Yani dan sepanjang Jalan Veteran) dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW dan sekaligus Haul Akbar Sulthonul Awliya’ Syekh Abdul Qadir Jaelani sekaligus pula memperingati Haul Maulana Malik Ibrahim, Kanjeng Sunan Giri dan juga Al Arif Billah Kyai Haji Utsman Al Ishaqi. Perhelatan dzikir itu diselenggarakan oleh Jamiyyah At Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsabandiyah al Oestmaniyyah yang berpusat di Pondok Pesantren Al Fitrah Kedinding Surabaya.
    Luar biasa, walaupun saya sudah sering mengikuti acara-acara majelis dzikir al khidmah di berbagai kota, namun, saya tetap terbawa pesona lautan manusia yang berjumlah ribuan, bahkan puluhan ribu, hingga ratusan ribu. Pesona manusia-manusia berdzikir dengan khusyuk, seksama dan tertib itu membuat bulu kuduk saya merinding. Kelantunan irama dzikir di bawah pimpinan kyai itu sungguh membuat suasana religius tidak hanya terasa dalam kulit saja (merinding), namun juga menghujam menyentuh nurani. Tidak cukup sampai di situ, air mata tak terasa meleleh setetes demi setetes dari kelopak mata yang dibanjiri air mata. Sungguh, suasana bathiniah mana yang tidak tergugah dengan lantunan do’a dan munajat yang sungguh sangat mengena, apalagi rangkaian doa yang diucapkan dengan sedemikian lembut dengan tutur rangkaian kata yang bersyair untuk mengungkapkan kepada Sang Pencipta betapa dosa dan kehilafan masing-masing diri dihadapkan pada harapan akan pertolonganNya untuk menghapus dosa-dosa itu dan pula, mengharap dengan tulus ikhlas kepada perbaikan ketakwaan dan kebahagiaan dunia dan akherat.
    Maka tak heran, ribuan orang menangis harus, tersedu-sedu, meraung tangis dalam muhasabah dirinya masing-masing. Bahkan, ada yang sampai kehilangan kesadaran dalam dzikirnya (ekstase). Subhanallah. Bahkan, sering pula di jumpai dalam majelis dzikir seperti itu ada yang meninggal dunia, sungguh itu merupakan pertanda khusnul khotimah.
Mereka yang hadir meliputi semua kalangan, habaib, kyai, alim ulama, pejabat, guru, dosen, pegawai, pedagang, petani, mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga, bahkan para pekerja kasar atau buruh menjadi peserta kegiatan itu. Mereka menjadi satu kesatuan dalam kebutuhan spiritual yang menjadi hak semuanya, mereka menunjukkan bahwa dalam dalam spirit keagamaan yang sama mereka menjadi sama. Yang kaya atau yang miskin sama duduk bersila di hamparan alas karpet (sering berupa terpal dan plastic) yang disediakan panitia. Bahkan tidak cukup, sampai harus bawa alas masing-masing dan mereka berbagi alas satu sama lain.
    Ketidakadaan pangkat dalam potret majelis dzikir juga terlihat dari betapa sedemikian dapat berbaginya antar mereka ketika makan bersama usai acara. Sebagaimana biasa, para jamaah makan dalam satu nampan (baki, lengser) untuk 4 sampai 5 jamaah. Suatu suasana yang guyub tanpa rasa gengsi yang nampak sedikitpun, antara mereka yang pejabat dengan rakyat, antara mereka yang kyai dengan santri. Luar biasa. Makanan itu, dihabiskan, tidak boleh tersisa, dan biasanya menurut pengalaman saya makan ala pesantren seperti itu, dimakan tiga orang kenyang, pun demikian kenyang bila dimakan 6 orang. Barangkali itulah makanan berkah.
    Hal seperti itulah sesungguhnya potret makna kemusliman dan kemukminan kita. Muslim satu dengan lainnya adalah saudara. Mukmin satu dengan yang lain adalah saudara. Ya, Innamal mu’minuna ikhwah. Sesama muslim tidak boleh saling membenci, tidak boleh saling menggunjing, tidak boleh saling menjatuhkan, tidak boleh saling memfitnah dan sebagainya. Demikian pula antar muslim sudah seharusnya saling mencinta, saling berprasangka baik, saling mendoakan, saling membantu kala sulit dan senang, salaing berbagi, dan sebagainya. Namun sayang, kerap ditemui contoh kurang baik di lapangan kehidupan, bila seorang yang mengaku muslim berprilaku negatif pada muslim lainnya. Naudzubillah.
Pesona dan Kharisma Sang Mursyid
    Sosok Romo Kyai Haji Achmad Asrori al Ishaqi adalah sentral dari majelis dzikir ini. Karena beliaulah pemimpin tertinggi atau mursyiduttariqah, yakni guru dari ajaran thariqah tersebut yang mendapat mandat dari guru-guru mursyid sebelumnya. Ketawadlu’an para murid dan jamaah majlis dzikir bukan hanya pada sosok beliau sebagai mursyid mereka, namun kepribadian dan keilmuan beliau lah yang lebih mendorong para murid dan jamaah terkesima akan pesona pribadi beliau. Wajahnya sejuk, parasnya tampan, hidung mancung, kulit putih bersih, suaranya lembut menyentuh, tutur katanya santun tak menyinggung, sorot matanya teduh, cara berjalannya berwibawa, tangannya lembut, baunya badannya wangi, dan setiap yang diceramahkan religius sekaligus ilmiah. Beliau suka menjelaskan materi ceramahnya dengan melihat audiennya siapa. Menjelaskan materi secara sistematis, kronologis, metodologis dan dengan bahasa yang mudah dipahami dan dicerna oleh semua yang hadir.
    Pengalaman beliau memberi ceramah di Kampus Unisda Lamongan, beliau bertanya, ”pakai bahasa jawa apa Indonesia?”, jamaah menjawab ”bahasa jawa”, karena memang para hadirin mayoritas orang-orang desa. Beliau jawab, ”kalau saya pakai bahasa jawa, kan kita ini ada di dalam Universitas, biasanya kalau di universitas itu mestinya bahasa Indonesia. Namun, kalau saya pakai bahasa Indonesia, hadirin kebanyakan lebih menyukai bahasa jawa. Sehingga, bagaimana kalau saya pakai bahasa madura saja? (sambil tertawa kecil)”. Kontan jamaah diam, bingung mau jawab apa. Tiba-tiba beliau berkata ”Ya, saya pakai bahasa jawa saja ya biar lebih luwes”.
Kyai Asrori dan Para Profesor
    Mungkin karena pesona tersebut itulah, banyak rektor dan pimpinan perguruan tinggi, berikut profesornya berbondong bondong mengikuti jamaah beliau, baik hanya sebatas muhibbin (pecinta majelis beliau) maupun juga muridin (mereka yang sudah dibaiat oleh kyai menjadi murid). Tak kurang, Rektor ITS, Rektor UM Malang, Rektor UIN Malang, Rektor Unibraw Malang, Rektor UMM Malang, Rektor Unissula Semarang, dan juga saya Rektor Unisda Lamongan.
    Beliau kerap menyelenggarakan acara dikampus-kampus. Jamaah al Khidmah dapat diterima baik di banyak kampus. Hal ini dapat berfungsi positif dalam rangka membentengi kampus dan keilmuan didalamnya dengan nilai-nilai spiritual, juga, tentu saja bermakna dakwah, yakni sebagai counter terhadap pandangan miring kalangan luar yang tidak mempunyai dasar argumentasi cukup dengan mengatakan bahwa kegiatan thariqah dan majlis dzikir sebagai bid’ah. Justru yang ada saat ini adalah al Khidmah menunjukkan dapat diterima oleh kalangan kampus.
    Bahkan, syukur alhamdulillah. Unisda sendiri merupakan kampus pertama yang dikunjungi Kyai dan jamaah beliau. Sampai saat ini, sudah lima kali dalam lima tahun diselenggarakan acara serupa di Unisda. 
    Bukan hanya orang kampus. Kalangan pejabat terpelajar pun banyak sekali menyukai acara yang diselenggarakan oleh al Khidmah ini. Tak kurang Prof Dr Jimly Asshiddieqy semasa menjadi ketua Mahkamah Konstitusi juga menyempatkan hadir. Demikian pula para menteri-menteri tidak luput dari menghadiri acara majelis dzikir tersebut.
Kegiatan yang Meng-Internasional   
    Gerakan majlis dzikir ini luar biasa. Karena ditingkat kecamatan maupun desa ada kegiatan majelis dzikir mingguan, di tingkat kabupaten juga terjadwal, ditingkat nasional bahkan internasional juga ada. Acara Haul Akbar yang biasa dilaksanakan menjelang bulan Ramadlan bahkan tidak kurang dari 200.000 jamaah. Ini berdasarkan laporan panitia haul akbar 2008 yang menyediakan nasi bungkus sejumlah itu. Hal itu tidak mengherankan, karena sebaran jamaah ini meliputi seluruh Indonesia, bahkan ada yang di luar negeri seperti Singapura, Brunei, Malaysia bahkan Timur Tengah.
    Satu hal lagi, para jamaah senantiasa tertib dan membawa kedamaian ketika menghadiri atau menjelang bubarnya jamaah dari majelis dzikir. Ini tidak seperti penonton bola yang seringkali ribut, atau mereka yang berunjuk rasa yang seringkali bikin onar. Biaya pun demikian, dengan jumlah jamaah yang ribuan itu ternyata al Khidmah tidak pernah mempunyai kendala berarti dari jamaah. Subhanallah.


Kamis, 01 Januari 2009

Meneropong 2009: Memaknai Hidup untuk Kemafaatan Orang Lain


Oleh: M. Afif Hasbullah

    Syukur Alhamdulillah, Allah SWT masih memberikan nikmat padaku hingga hari ini 1 Januari 2009. Subhanallah, aku masih melihat indahnya matahari pagi yang bersinar menembus dedaunan hijau yang semakin nampak berkilau dengan embun yang masih menetes. Kicauan burung yang masih terdengar di tengah hiruk pikuknya pembangunan yang menggusur rumah-rumah burung itu, namun entah darimana datangnya, burung-burung itu masih berkicau menyebut asma Allah, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar. Seolah mengingatkan diriku untuk senantiasa berdzikir menyebut asmaNya Yang Maha Agung.

    Tahun baru 2009, banyak harapan yang kugantungkan di Tahun 2009 ini. Serangkaian rencana yang aku renungkan dari proses muhasabah semalam. Yakni melalui refleksi diri atas apa yang aku lakukan selama setahun sebelumnya atau tahun-tahun sebelumnya lagi. Sungguh kritik diri yang amat berharga untuk menapak perbaikan di hari esok yang lebih cerah. Astaghfirullahaladzim, banyak kesalahan dan kekeliruan yang aku perbuat selama ini, banyak khilaf dan dosa yang aku lakukan, banyak kesombongan dan kedloliman yang aku praktekkan di muka bumi Allah ini. Semua sengaja dan tidak sengaja mewujud dalam tingkah polahku, demi mewujudkan dorongan nafsu yang senantiasa mengajak anak manusia menjauhi hati nurani.
    Namun demikian, belum lagi perbuatan tercela baik yang dlohir maupun yang bathin itu termintakan maaf dan terloloskan maafku dihadapanNya, amal ibadahku sungguh sangat sedikit, itupun belum tentu diterima oleh Yang Maha Kuasa. Bukan diriku minta sorga, bukan diriku ingin mendapat pahala. Atas dasar apa sehingga aku demikian percaya diri dan pantas meminta sesuatu yang amat mulia dari Dzat Yang Agung. Tak layak diriku meminta Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu, pada saat diriku tidak pernah menyenangkanNya.
    Oh Tuhanku, Engkau demikian Pemurah, memberi rizki pada hamba baik ketika hamba mendekat atau menjauh daripadaMU. Ingatku maupun lupaku, bagiMu sama. Setiap mahluq engkau beri rizqi, berupa sandang, pangan, dan papan. Maupun rizqi lain yang berupa waktu, kesempatan, kesehatan, teman, keluarga yang baik dan rizqi-rizqi lain yang aku pasti takkan bisa menyebutkan semuanya. Karena nikmatMu berbilang lebih daripada tetesan air di samudera.
    Tahun 2009 semoga membawa hikmah. Pasti atas segala sesuatu yang terjadi dan menampak di muka bumi, mengandung hikmah. Baik itu yang mewujud dalam kesenangan maupun yang mewujud pada suatu kesedihan dan ketakutan. Semua ada dalam waktu yang berputar, berjalan mengiringi langkah anak manusia di muka bumi. Tinggallah diriku, apakah aku mampu menyelami dan menyentuh hikmah itu untuk diambil pelajaran dan pengetahuan sebagai kebaikan kehidupan saat ini dan mendatang. Hikmah tidak hanya melekat pada sesuatu yang aku sukai, hikmah juga kerap sekali muncul dalam kepedihan, kesengsaraan, tantangan, bahkan bahaya dan musibah.
    Aku berharap banyak menemukan hikmah-hikmah yang tersimpan. Mencoba untuk lebih sensitive mengamati karakter hikmah yang tersembunyi maupun yang nampak. Dengan sensitifitas tinggi atas hikmah dibalik perbuatan tersebut aku berharap lebih bisa berprestasi dan mensyukuri nikmatNya.
    Syukur adalah tanda bahwa aku dapat menerima dengan baik karunia yang di berikanNya, membagi karunia itu untuk orang lain, menyebar kebahagiaan buat makhluq di muka bumi, serta mengembalikan semua karunia kepadaNya sesuai ajaran dalam al Qur’an dan suri tauladan Nabi Nya Muhammad SAW. Karena sesungguhnya semua adalah milik Allah dan harus dikembalikan padaNya. Atas kesuksesan dan keberhasilan yang mungkin akan kuraih, semua terkandung hak manusia lain, didalamnya terkandung hak makhluq Allah atas rizki maupun prestasi yang kuraih.
    Aku percaya, Allah akan senantiasa melimpahkan rizqiNya untuk hamba-hambaNya yang amanah. Rizqi ibarat kepercayaan Allah pada hamba, maka manakala hambaNya amanah akan semakin di percayalah ia. Namun apabila hamba lena, maka semua akan diambil oleh Sang Pemilik, bahkan adzabnya pasti teramat pedih.
    Kucoba lebih memaknai hidup di 2009 ini dengan lebih mengoptimalkan keberpihakanku pada makna hidup yang sesungguhnya, yakni hidup akan bermakna dan menemukan manfaat manakala bermanfaat bagi orang lain. Aku masih ingat ungkapan, memberilah dan senantiasa memberi, jangan mengharap-harap pemberian, karena ketika engkau tidak diberi maka hatimu akan terluka. Ketulusan dan keihklasan dalam memberi menjadi kata kunci kelepasan dorongan nurani untuk selalu berbuat kebaikan pada orang lain.
    Sungguh, bahwa apa yang aku perbuat dengan ketulus-ikhlasan yang disertai dengan kesungguhan, maka pasti, pasti Allah akan senantiasa menjamin untuk melapangkan jalan yang lebih menyenangkan di hari esok.
    Aku ingin mencontoh, Nabi Muhammad yang senantiasa memberi tanpa mementingkan diri sendiri, harta, jiwa dan raga, bahkan doanya dimunjahkannya pada Allah untuk kepentingan dan kebikan ummatnya. Demikian pula, Hewlett Packard seorang milyuner yang berhasil dibidang komputer yang kemudian memilih hidup sederhana dan memberikan kekayaannya untuk dunia sosial. Juga, Disneyland yang bersemboyan “memberi kebahagiaan bagi masyarakat dunia” yang ternyata di dalamnya berusaha memberi layanan terbaik bagi anak-anak dunia, dan penghasilannya banyak didedikasi untuk sosial kemasyarakatan. Masih banyak lagi para tokoh yang memilih hidup sebaliknya dengan kesederhanaan. Bagi mereka hidupnya ternyata nikmat dan menyenangkan, mereka bersyukur atas apa yang dilakukannya dengan sepenuh hati itu. Melayani dan melayani. Mungkin bagi orang yang tidak tahu bersyukur, melihat kehidupan para tokoh itu aku yakin amatlah menyakitkan dan menyengsarakan diri. Namun, sekali lagi bagi mereka tidak ada kata sakit dan sengsara, karena semua justru merupakan kenikmatan bathin tiada tara untuk mengabdi pada orang lain dan kepentingan yang lebih besar.
    Aku inginkan diriku, menjadi seperti mereka. Orang-orang yang berdedikasi tinggi, memberikan lebih banyak hidup dan kehidupannya untuk orang lain. Semoga diriku bisa melakukan semua itu, dengan memohon ridlo Allah semoga catatan yang tergores dalam secarik kertas ini merupakan doa untukku memohon kepadaNya. Amin.