Pada sabtu sore 10 Oktober 2009, saya mendapat undangan via email dari Dikti untuk mengikuti kunjungan ke Bangkok Thailand. Saya sempat merasa kaget juga mengingat keberangkatan ke Bangkok dijadwalkan pada tgl 14 Oktober, sedangkan tanggal 12-13 Oktober harus mengikuti pembekalan dan pemantapan bahan-bahan pertemuan yang akan dibawa ke Bangkok. Pembekalan yang berlangsung di Hotel Ambhara Jakarta itu diberikan oleh Dirjen Dikti Dr. Fasli Djalal, Direktur Akademik serta pembicara lain dari Depdiknas.
Kunjungan ke Bangkok ini dalam rangka untuk mengikuti 2nd meeting on Mobility Programme in Indonesia-Malaysia-Thailand: A Pilot Programme. Pertemuan ini dibawah koordinasi salah satu SEAMEO (Southeast Asian Ministers of Education) Centres ASEAN yaitu SEAMEO RIHED (SEAMEO Regional Centre for Higher Education and Development). SEAMEO RIHED yang ada di Thailand ini berperan dalam membangun jejaring dan capacity building perguruan tinggi di ASEAN.
Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk membicarakan mengenai pertukaran mahasiswa antar ketiga negara peserta pertemuan itu yang berfokus pada pembicaraan mekanisme sistem transfer kredit. Sistem ini memungkinkan antar perguruan tinggi untuk mengakui sks (sistem kredit semester) yang berlaku di perguruan tinggi mitra lainnya.
Setelah mengikuti pembekalan 2 hari di Jakarta, kami berangkat ke Bangkok pada tanggal 14 Oktober pukul 16.30 Wib dengan menumpang Air Asia. Bersama saya ada 18 perguruan tinggi, yakni 12 PTN dan 6 PTS se Indonesia. Dari PTS, selain Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan adalah Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Univ. Kristen Satya Wacana Salatiga, Univ. Kristen Maranatha bandung, Univ. Bina Nusantara Jakarta, serta Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta. Sedangkan dari PTN antara lain Univ. Gadjah mada, Univ. Sebelas Maret, ITB Bandung, UI Jakarta, IPB Bogor, Unsri Palembang, Unand Padang, Unhas Makassar, dan Univ Negeri Jember. Selain dari itu, terdapat dalam rombongan adalah Direktur Akademik Dikti beserta staf Ditjen Dikti.
Bila dilihat dari representasi PTS maka hanya ada 2 PTS Islam (1 PTNU dan 1 PT Muhammadiyah), 2 PTS Kristen, dan 2 PT Nasionalis. Ini tentu merupakan kebanggaan buat institusi maupun Asosiasi Perguruan Tinggi NU (Aptinu) umumnya.
Perlu saya sampaikan bahwa program ini merupakan kelanjutan dari keberhasilan Fakultas Pertanian Unisda yang memenangkan hibah kompetisi Revitalisasi Pendidikan Pertanian 2009 yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. Pada program tersebut Unisda menjadi salah satu dari 29 PTN/PTS pemenang yang akan menjalankan program untuk kemajuan daya saing pendidikan pertanian.
Kami tiba di bandara Suvarnabhumi Bangkok pada pukul 20.30, dimana tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Bangkok. Sesampai di bandara, kami segera dijemput oleh Atache Pendidikan (Atdik) pada KBRI Bangkok Prof. Dr. Didik Sulistyanto beserta staf menuju hotel tempat kami menginap di Siam City Hotel Bangkok. Kesan saya di bandara ini adalah, tentu megah, besar dan mewah dengan arsitektur modern yang ramah lingkungan. Di samping itu, di Bandara Suvarnabhumi ini kami disambut dengan tersedianya brosur-brosur wisata dan peta bangkok yang dapat diperoleh secara gratis. Yang menarik, dalam peta dan brosur itu diberikan keterangan boleh dicopy (Free of Copy). Artinya, negara ini memang sangat wellcome dengan tamu dan wisatawan luar negeri.
Esoknya, pada pukul 09.00 kami melakukan kunjungan ke Asian Institute of Technology (AIT) di Bangkok. Perguruan Tinggi ini terletak di Pathumthani, 42 km arah utara dari pusat kota Bangkok merupakan salah satu yang terbaik di Asia untuk studi tentang Pertanian. Kampus yang bersebelahan dengan Thammasat University ini menampung banyak mahasiswa dari luar negeri, termasuk Indonesia. Selain program diploma AIT juga membuka program master dan doktor. Setelah disambut oleh Direktur Pasca sarjana kami dipersilahkan untuk meninjau sarana laboratorium yang dimiliki oleh AIT. Dengan areal yang cukup luas 330 hektar, menjadikan kampus ini mempunyai sarana yang memuaskan baik untuk layanan sarana akademik maupun rekreasional.
Melihat AIT, ada yang menarik dari budaya mahasiswa yang masuk kampus. Mereka dilarang memakai kendaraan bermotor. Sehingga para mahasiswa harus menaiki sepeda pancal yang dilengkapi keranjang untuk menuju fakultasnya masing-masing. Mobil atau sepeda motor mereka wajib diparkir di tempat parkir dia areal yang agak jauh dari lokal-lokal pembelajaran. Sehingga, kampus kelihatan bersih, asri dan tanpa polusi. Ini tentu hal yang tidak mungkin untuk ditemui di kampus-kampus besar di Indonesia.
Setelah dari AIT kami bertolak menuju KBRI untuk makan siang. Sesudahnya acara dilanjutkan dengan pertemuan pendahuluan SEAMEO RIHED. Esok harinya, Jum’at 16 Oktober kami mengikuti 2nd meeting on Mobility Programme in Indonesia-Malaysia-Thailand: A Pilot Programme. Dalam sesi ini ada lima kelompok yang dalam setiap kelompok terdiri dari wakil PT dari tiga negara. Kelompok-kelompok tersebut antara lain: Budaya dan Bahasa, Bisnis Internasional, Perhotelan dan Pariwisata, Ilmu dan Teknologi Pangan serta Pertanian. Dari Thailand hadir Katerstsat University, Thammasat University, Mahidol University, Prince of Songkla University, dan Mae Fah Luang University. Sedangkan dari Malaysia hadir Universiti Malaya, Universiti Kebangsaan Malaysia, Universiti Teknologi MARA, Universiti Putra Malaysia, dan Universiti Sains Malaysia. Dalam pertemuan ini juga dihadiri oleh Prof. Dr. Supachai Yavaprabhas, Direktur Seameo Rihed dan Prof. Dr. Voravan Limtong, Excecutive Director UMAP Thailand.
Setelah sesi matching up course syillabi (pemaduan silabi mata kuliah), masing-masing PT mitra juga menyepakati untuk menerima 1-4 mahasiswa pertahun dengan ketentuan pembiayaan Tuition fee ditanggung oleh masing-masing perguruan tinggi penerima, sedangkan biaya perjalanan p.p dan biaya hidup ditanggung oleh pemerintah masing-masing negara pengirim. Walaupun untuk jumlah beasiswa masih sangat terbatas, namun khusus untuk KBRI Bangkok siap untuk menyediakan lebih banyak lagi beasiswa untuk mahasiswa Indonesia yang hendak studi di Bangkok dengan skem (syarat) khusus.
Pertemuan tersebut diakhiri pada pukul 17.00 dengan menghasilkan keputusan terkait dengan pengakuan sks antar PT yang bermitra. Penutupan dilakukan oleh Dr. Summate Yamnoon, Ketua Komisi Dikti Thailand. Di samping itu direncanakan akan ada pertemuan lanjutan di Jakarta pada Desember serta penandatanganan MoU di Cebu Filipina yang direncanakan pada akhir Januari 2010.
Sabtu 17 Oktober merupakan hari terakhir di Bangkok. Untuk mengakhirinya, kami diterima oleh Duta Besar RI di Bangkok Muhammad Hatta beserta seluruh pejabat KBRI. Sebelum menuju Bandara untuk bertolak ke Jakarta kami menyempatkan untuk singgah di salah satu perbelanjaan MGK Mall di Bangkok. Alhamdulillah, penerbangan kembali ke Jakarta dengan Air Asia berjalan lancar. Tentu dengan perasaan penuh tanggung jawab dalam rangka menyukseskan program yang telah disepakati.
Menurut Dirjen Dikti, bila program ini sukses akan membawa kepada kesuksesan lain. Mengingat banyak program kerjasama internasional lain yang bisa diretas misalnya Erasmus Mundus atau dengan universitas-universitas Eropa yang mewajibkan sekitar 2 juta lebih mahasiswanya untuk 2 semester mengambil kuliah di universitas di luar negaranya.
Hal menarik lainnya selama di Bangkok adalah polusi yang minim, ketertiban pengguna jalan, sampai klakson mobil pun nyaris tak pernah terdengar, pasar-pasar agribisnis yang bersih dan tertata, serta tidak adanya pengemis maupun pengamen. Ini tentu kondisi yang amat berbeda bila dibanding Surabaya dan Jakarta sebagai kota yang sama-sama sibuk.