Jumat, 22 Mei 2009

Masa Depan itu adalah Kaderisasi

Oleh: M. Afif Hasbullah[1]


“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh” (Q.S. Asshaff:4)
Suatu organisasi apapun pastilah membutuhkan kaderisasi, karena dengan kaderisasi suatu organisasi akan mampu untuk senantiasa establish dalam perkembangan jaman. Kaderisasi yang dimaksud di sini adalah upaya mempersiapkan kader menjadi generasi penerus visi, misi dan ideologi dari sebuah gerakan dalam organisasi. Sehingga diharapkan tujuan utama suatu pergerakan akan dapat survive bahkan memimpin suatu perkembangan jaman.
Kader sebagai pihak utama yang akan memperoleh kegiatan kaderisasi adalah mereka para anggota, keluarga, sahabat, maupun pihak-pihak yang secara ideologis sesuai dengan misi yang diusung oleh organisasi. Dalam kaitan ini, kader dapat merupakan pengembangan dari hubungan orang tua-anak, atasan-bawahan, guru-murid, atau pihak-pihak yang secara rasional responsif dengan gerakan organisasi.
Buah tak jauh dari pohonnya, demikian ungkapan kata pepatah. Sesungguhnya dengan kaderisasi diharapkan nilai awal organisasi, berikut kualitas para pendahulu diharapkan senantiasa dapat dilanjutkan, ditiru, dan dikembangkan oleh generasi berikutnya. Nahdlatul Ulama’ (NU) sebagai suatu organisasi (jam’iyah) yang berpengikut (jama’ah) besar mutlak membutuhkan sistem pengkaderan yang terstruktur dengan baik. Potensi NU sebagai organisasi kader cukup besar mengingat jumlah badan otonom (banom) nya yang sedemikian banyak, belum lagi lembaga serta lajnah yang ada di dalamnya. Demikian pula, secara keanggotaan NU dipastikan sebagai ormas terbesar di tanah air di luar partai politik, bahkan mungkin ormas Islam terbesar di seluruh dunia.
Setiap masa ada pemimpinnya, demikian suatu kata bijak. NU dari semenjak awal berdiri telah memainkan peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai konsekwensi peran itu, maka NU telah melahirkan banyak pemimpin yang telah mencatatkan dalam sejarah tentang apa yang telah dilakukan terhadap Ummat maupun bangsa dan Negara. Di awal pendirian ada K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah, K.H. Bisri Syansuri dan lain-lain, di era selanjutnya ada K.H. Machrus Ali, K.H. As’ad Syamsul Arifin, K.H. Achmad Shiddiq, K.H. Tholhah Mansoer dan lain-lain. Juga, terdapat tokoh-tokoh besar pada bidang birokrasi seperti K.H. Wachid Hasyim, K.H. Saifuddin Zuhrie, K.H. Muhammad Dahlan, K.H. Idham Cholid, K.H. Masjkoer, Subhan ZE dan sebagainya. Puncaknya NU pernah mengantarkan kader terbaiknya menjadi presiden di republik ini. Demikian juga pemimpin-pemimpin dari kalangan NU di daerah dan suatu masyarakat lokal juga tak kalah pentingnya kehadiran mereka.
Kader untuk organisasi sebesar NU tentu tidak hanya terbatas pada jabatan birokratis, karena sektor lain dalam kehidupan keummatan masih banyak yang perlu untuk dimasuki. Sektor ekonomi, wirausahawan, bisnisman maupun pedagang. Sektor pendidikan, guru, dosen dan pengelola pendidikan. Sektor kesehatan, perawat, bidan, dokter dan pengelola kesehatan. Sektor Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS), peneliti, ilmuwan, teknokrat, budayawan, seniman dan sebagainya. Tentu sektor-sektor tersebut sekedar contoh, karena masih banyak bidang lain yang harus digarap seperti pendampingan masyarakat oleh kader yang hidup langsung bersentuhan dengan masyarakat bawah.
Dakwah Multimedia
Bidang garapan NU senantiasa dinamis mengikuti jaman. NU terlalu besar jika hanya mengurusi kegiatan klasik seperti tahlilan dan istighotsahan. Juga akan terkuras energinya bila hanya melulu larut pada masalah furu’iyah. NU saat ini dan ke depan sangat ditunggu perannya di semua sektor. Semua sektor dalam hal ini penting bagi dakwah NU (multimedia).
Dakwah NU hari ini tidaklah cukup apabila hanya dengan ceramah dan dalil-dalil. Namun dakwah akan lebih bermakna apabila dilengkapi dengan tindakan dan gerakan (activity) yang tentu saja lebih baik, lebih mengena, dan tepat sasaran. Era ini, siapa yang cepat dan menguasai situasi dialah yang memimpin. Demikian juga NU, manakala organisasi ini menguasai semua lini dipastikan NU lah yang memimpin.
Pemimpin organisasi tentu mempunyai anggota. Suatu misi organisasi yang dipimpin oleh pemimpin akan berhasil jika mendapat dukungan dari anggotanya. Dengan demikian, hal ini pasti membutuhkan proses komunikasi dua arah antara pemimpin dengan yang dipimpin. Janganlah sampai terjadi pemimpin yang tidak dapat mendengar aspirasi anggota ataupun anggota yang tidak patuh terhadap arahan pimpinan. Oleh karenanya, yang harus dilakukan adalah suatu budaya organisasi yang baik. Organisasi sebesar NU sudah semestinya mendasarkan semua gerakannya atas landasan Qonun asasi, Keputusan Muktamar, maupun keputusan-keputusan jam’iyah lainnya. Bukan pada keinginan orang per-orang.
Kader siapapun itu, dalam posisi apapun kita, harus mau dan mampu untuk mengemban tugas sebagai warga NU (nahdliyin). Di antara tugas-tugas kader misalnya, untuk senantiasa mengamalkan amaliah NU, membuat suatu suasana NU dalam lingkungannya, memimpin solusi masalah dalam lingkungannya dengan cara berpikir NU, menularkan ke NU an pada keluarga dan masyarakat, bangga terhadap ke NU annya, di manapun berada selalu berusaha memanfaatkan dirinya untuk NU.
Suatu kata bijak penting yang harus dijadikan pegangan adalah, “loyalitas pada kelompok, golongan, maupun partai harus berhenti ketika jam’iyah membutuhkanmu”. Dengan demikian, bila semua kader mentaati keputusan organisasi atas dasar maslahah ummat, maka dipastikan semua pertempuran akan dimenangkan oleh NU. Apalagi dalam era Demokrasi saat ini mestinya NU lah yang tetap memimpin masyarakat.
Kegelisahan Kaderisasi
Ada suatu kegelisahan dalam kaderisasi NU, kegelisahan mana bersumber dari beberapa hal sebagai berikut: pertama, kurang meratanya kader NU di luar bidang agama; kedua, sistem kaderisasi telah ada namun kurang optimal pelaksanaannya; ketiga, budaya organisasi yang masih lemah; keempat, belum memanfaatkan secara optimal lembaga pendidikannya untuk kaderisasi; kelima, tema kaderisasi yang monoton dan tidak menarik; keenam, porsi dalam kepengurusan masih mengedepankan pertemanan dan kekeluargaan, belum pada basis keahlian; ketujuh, belum memandang keberhasilan anggota lain sebagai keberhasilan bersama atau sebaliknya; kedelapan, faksi-faksi politik seringkali dibawa ke dalam jam’iyah; kesembilan, kader seringkali dimanfaatkan hanya untuk kepentingan dukungan mayoritas, belum ke substansi gerakan; kesepuluh, belum adanya sense of belonging dan rasa bangga terhadap NU; kesebelas, keberhasilan pemimpin NU belum dilihat dari unsur utama keberhasilannya melakukan kaderisasi; keduabelas, ditemukan kader yang lompat pagar; ketigabelas, belum adanya data tentang potensi SDM di NU.
Kegelisahan tersebut tentu saja bukan hanya merupakan sebab, tapi juga berkaitan dengan penyebab lain yang tak kalah pentingnya. Penyebab lain itu setidaknya adalah tujuh sikap utama yang kurang dipegang oleh sementara kader di NU. Sikap tersebut adalah: Jujur, Tanggungjawab, Visioner, Disiplin, Kerjasama, Adil, dan Peduli. Kader, apalagi pimpinan yang tidak dapat mensinerginakan pola tindakannya atas 7 hal tersebut dimungkinkan organisasi yang sedang dibangun sulit untuk maju.
Siap Berjuang Bersama NU
Di sisi lain, tantangan modernisasi dan globalisasi yang beruwujud nilai-nilai baru dipastikan akan mempengaruhi perilaku, moral maupun ketahanan ideologi NU yang mengacu pada nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Secara praktis, sisi ekternalnya adalah munculnya gerakan terorganisir dari kaum radikalis dan fundamentalis. Ini merupakan suatu tantangan yang menarik untuk diikuti.
Berpijak pada kondisi inilah, maka sudah seharusnya, NU sebagai ormas Islam yang besar menggalakkan kembali pengkaderan untuk membentuk kader NU yang tangguh, loyal dan militan. Dengan kader yang loyal, tangguh, dan militan ini di harapkan organisasi NU akan mampu menjaga dan merawat warganya tetap dalam sikap dan perilaku keagamaan yang tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang). Dengan kader yang loyal, tangguh, dan militan ini juga di harapkan organisasi NU akan mampu meningkatkan pelayanan (khidmah) kepada warganya (jama’ah) dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih demokratis dan berkeadilan atas dasar Islam ahlussunah wal jama’ah (khoiro ummat).
Berbagai uraian di atas diharapkan dapat dipakai sebagai peta konsep kaderisasi, motivasi, peluang berkiprah dan tentu saja perbaikan kader hari ini. Karena hari inilah yang akan menentukan hari esok. Bagaimana dengan anda, sudah siapkah anda berjuang bersama NU dan untuk NU?

Bahan Bacaan:
A Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di tengah agenda persoalan bangsa, Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 1999, ISBN 9796260832, 9789796260836
Andrée Feillard, Ellyasa K. H. Dharwis, Gus Dur, NU, dan masyarakat sipil, LKIS Yogyakarta bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1994
Choirul Anam, Pertumbuhan dan perkembangan Nahdlatul Ulama, Jatayu, 1985
Greg Fealy, Greg Barton, Nahdlatul Ulama, traditional Islam and modernity in Indonesia, Monash University, Monash Asia Institute, 1996
H. A. Nasir Yusuf , NU dan suksesi: bunga rampai, Humaniora Utama Press, 1994
La Ode Ida, NU muda: kaum progresif dan sekularisme baru, Erlangga, 2004, ISBN 9797413373, 9789797413378
Zul Asyri L. A., Nahdlatul 'Ulama: studi tentang faham keagamaan dan pelestariannya melalui lembaga pendidikan pesantren, Susqa Press, 1993.
[1] Rektor Unisda Lamongan, Koordinator Wilayah Asosiasi Perguruan Tinggi NU Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar