Oleh: M. Afif Hasbullah
Syukur Alhamdulillah, acara studi banding Universitas Bojonegoro (Unigoro) di Universitas Islam Darul ’Ulum (Unisda) Lamongan telah usai dilaksanakan. Studi banding yang membawa rombongan sebanyak 15 orang tersebut langsung dipimpin oleh Rektor Unigoro Bapak Dr. H.M. Thalhah, S.H., M.Hum. Turut menyertai Rektor Unigoro seluruh pembantu rektor Unigoro dan beberapa pimpinan fakultas, biro serta pusat penjaminan mutu Unigoro.
Dari pihak tuan rumah, saya pimpin sendiri dengan seluruh wakil rektor, kepala biro, pimpinan fakultas dan pimpinan Badan Penjaminan Mutu (BPM) Unisda. Agenda acara yang diusung adalah studi banding tentang penyelenggaraan Badan Penjaminan Mutu di Unisda Lamongan.
Kurang lebih sebulan yang lalu, saya sempat ditelepon oleh Rektor Unigoro yang menyampaikan keinginannya untuk berkunjung dan ngangsu kaweruh ke Unisda, khususnya meninjau pengelolaan BPM di Unisda Lamongan. Dari permintaan rektor Unigoro tersebut saya iyakan saja, karena memang di Unisda sudah ada lembaga BPM selama 1 setengah tahun terakhir ini.
Segera saya call seluruh pimpinan BPM Unisda untuk menyiapkan kunjungan tersebut yang kemudian diputuskan untuk menerima tamu Unigoro pada tanggal 22 Februari 2009, hari ini.
Acara hari ini, sesuai agenda, membicarakan mengenai penerapan manajemen mutu di Unisda Lamongan. Hari ini, saya menyampaikan kepada para tamu mengenai beberapa hal: pertama, historis pengembangan Unisda sejak didirikannya pada tahun 1986; kedua, memperkenalkan mengenai Unisda secara sumberdaya, baik manusia, tenaga, maupun dana; ketiga, korelasi pengembangan Unisda dengan Higher Education Longterm Strategy (HELTS) 2003-2010; keempat, elaborasi mengenai konsep pengembangan perguruan tinggi menurut L RAISE (Leadership, Relevansi, Academic atmosphere, Internal Managemen, Sustainability, serta Efficiency and Productivity); dan kelima, upaya pengembangan penjaminan mutu di Unisda.
Yang menarik dari acara hari ini adalah semakin nyata adanya kecenderungan dari banyak perguruan tinggi untuk saling berjejaring (network) dalam mengembangkan perguruan tinggi untuk sama-sama maju melalui bench marking ke peer university (universitas sejawat). Saling mengunjungi dengan agenda belajar satu sama lain akan lebih mempercepat pengembangan perguruan tinggi.
Hal ini dilatar belakangi oleh beberapa hal: pertama, perkembangan dunia global dengan persaingan perguruan tinggi saat ini mutlak harus dihadapi dengan sungguh-sungguh meningkatkan kualitas. Saingan perguruan tinggi nasional di era global bukanlah hanya sesesama perguruan tinggi nasional, namun persaingan perguruan tinggi Indonesia adalah dengan perguruan tinggi asing. Beberapa perguruan tinggi asing bahkan telah membuka atau bekerjasama dengan model dual degree dengan perguruan tinggi nasional.
Kedua, perguruan tinggi di era global ini menuntut adanya kesiapan modal akademik yang diberikan pada mahasiswa, baik berupa hard skill maupun soft skill. Apa artinya, fasilitas sumberdaya harus memenuhi kualifikasi untuk dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja dan trampil. Dengan modal kurikulum yang baik dan kegiatan akademik serta kemahasiswaan yang mengasah, saya yakin lulusan akan lebih baik lagi untuk berkompetisi di dunia global dan lapangan kerja.
Ketiga, Potret masyarakat yang sudah lebih dewasa dalam memandang suatu lembaga pendidikan juga akan berpengaruh terhadap pilihan masyarakat terhadap suatu perguruan tinggi. Saat ini, kalau mengelola perguruan tinggi hanya dengan modal asal dijual murah tapi tanpa kualitas, hampir pasti masyarakat akan meninggalkannya. Bahkan seringkali ditemukan masyarakat siap ”membeli” suatu pendidikan bila fasilitas dan mutunya sebading dengan harga yang ditentukan.
Keempat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) membuat suatu program kemandirian perguruan tinggi sebagaimana tercantum dalam salah satu butir HELTS 2003-2010 yakni Authonomi dan Organizational Health. Dua unsur ini sangat penting sekali, karena sangat tidak mungkin suatu lembaga akan dapat berkembang dengan baik tanpa Otonomi (kemandirian) dan organisasi yang sehat. Oleh karenanya, dalam mewujudkan kemandirian perguruan tinggi tentu yang diperlukan adalah kebiasaan (culture) berkompetisi baik kompetisi itu di tingkatan internal (antar unit dalam perguruan tinggi) maupun eksternal (antar perguruan tinggi).
Hal menarik lainnya dari agenda studi banding ini adalah adanya kecenderungan untuk semakin kuatnya semangat sivitas Unisda dalam rangka membangun perguruan tinggi. Ada suatu kenyataan yang berwujud sikap bangga terhadap hasil kerja yang kemudian terapresiasi dalam kunjungan kerja dari sejawat perguruan tinggi lain.
Demikian pula dari Unigoro, ada suatu keyakinan kuat bahwa ia akan dapat terus maju lebih cepat lagi ketika melihat sejawat Unisda sudah mencapai suatu prestasi tertentu. Memang, dalam hidup ini semua harus saling belajar dan berbagi. Bahwa suatu kelebihan pada pihak lain mungkin adalah kekurangan pada pihak kita dan sebaliknya.
Satu hal yang kemudian saya garis bawahi dari pidato Bapak Rektor Unigoro adalah kalau Unisda yang berdiri tahun 1986 sudah mempunyai kemajuan seperti ini, sedangkan Unigoro yang didirikan pada tahun 1981 belum ”sepesat” Unisda. Maka beliau mengumpamakan Unisda = Malaysia dan Unigoro = Indonesia. Beliau mengumpamakan itu dalam konteks percepatan pengembangan.
Bolehlah sivitas akademika Unisda bersyukur dengan hasil yang dicapai. Namun sesungguhnya masih banyak hal yang harus kita perbaiki untuk institusi kita. Karena tanpa perbaikan dan perubahan yang terus menerus pada Unisda, justru akan menjerumuskan Unisda tidak hanya dalam posisi mandek (statis) bahkan juga dalam keterpurukan (burried).
Syukur Alhamdulillah, acara studi banding Universitas Bojonegoro (Unigoro) di Universitas Islam Darul ’Ulum (Unisda) Lamongan telah usai dilaksanakan. Studi banding yang membawa rombongan sebanyak 15 orang tersebut langsung dipimpin oleh Rektor Unigoro Bapak Dr. H.M. Thalhah, S.H., M.Hum. Turut menyertai Rektor Unigoro seluruh pembantu rektor Unigoro dan beberapa pimpinan fakultas, biro serta pusat penjaminan mutu Unigoro.
Dari pihak tuan rumah, saya pimpin sendiri dengan seluruh wakil rektor, kepala biro, pimpinan fakultas dan pimpinan Badan Penjaminan Mutu (BPM) Unisda. Agenda acara yang diusung adalah studi banding tentang penyelenggaraan Badan Penjaminan Mutu di Unisda Lamongan.
Kurang lebih sebulan yang lalu, saya sempat ditelepon oleh Rektor Unigoro yang menyampaikan keinginannya untuk berkunjung dan ngangsu kaweruh ke Unisda, khususnya meninjau pengelolaan BPM di Unisda Lamongan. Dari permintaan rektor Unigoro tersebut saya iyakan saja, karena memang di Unisda sudah ada lembaga BPM selama 1 setengah tahun terakhir ini.
Segera saya call seluruh pimpinan BPM Unisda untuk menyiapkan kunjungan tersebut yang kemudian diputuskan untuk menerima tamu Unigoro pada tanggal 22 Februari 2009, hari ini.
Acara hari ini, sesuai agenda, membicarakan mengenai penerapan manajemen mutu di Unisda Lamongan. Hari ini, saya menyampaikan kepada para tamu mengenai beberapa hal: pertama, historis pengembangan Unisda sejak didirikannya pada tahun 1986; kedua, memperkenalkan mengenai Unisda secara sumberdaya, baik manusia, tenaga, maupun dana; ketiga, korelasi pengembangan Unisda dengan Higher Education Longterm Strategy (HELTS) 2003-2010; keempat, elaborasi mengenai konsep pengembangan perguruan tinggi menurut L RAISE (Leadership, Relevansi, Academic atmosphere, Internal Managemen, Sustainability, serta Efficiency and Productivity); dan kelima, upaya pengembangan penjaminan mutu di Unisda.
Yang menarik dari acara hari ini adalah semakin nyata adanya kecenderungan dari banyak perguruan tinggi untuk saling berjejaring (network) dalam mengembangkan perguruan tinggi untuk sama-sama maju melalui bench marking ke peer university (universitas sejawat). Saling mengunjungi dengan agenda belajar satu sama lain akan lebih mempercepat pengembangan perguruan tinggi.
Hal ini dilatar belakangi oleh beberapa hal: pertama, perkembangan dunia global dengan persaingan perguruan tinggi saat ini mutlak harus dihadapi dengan sungguh-sungguh meningkatkan kualitas. Saingan perguruan tinggi nasional di era global bukanlah hanya sesesama perguruan tinggi nasional, namun persaingan perguruan tinggi Indonesia adalah dengan perguruan tinggi asing. Beberapa perguruan tinggi asing bahkan telah membuka atau bekerjasama dengan model dual degree dengan perguruan tinggi nasional.
Kedua, perguruan tinggi di era global ini menuntut adanya kesiapan modal akademik yang diberikan pada mahasiswa, baik berupa hard skill maupun soft skill. Apa artinya, fasilitas sumberdaya harus memenuhi kualifikasi untuk dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja dan trampil. Dengan modal kurikulum yang baik dan kegiatan akademik serta kemahasiswaan yang mengasah, saya yakin lulusan akan lebih baik lagi untuk berkompetisi di dunia global dan lapangan kerja.
Ketiga, Potret masyarakat yang sudah lebih dewasa dalam memandang suatu lembaga pendidikan juga akan berpengaruh terhadap pilihan masyarakat terhadap suatu perguruan tinggi. Saat ini, kalau mengelola perguruan tinggi hanya dengan modal asal dijual murah tapi tanpa kualitas, hampir pasti masyarakat akan meninggalkannya. Bahkan seringkali ditemukan masyarakat siap ”membeli” suatu pendidikan bila fasilitas dan mutunya sebading dengan harga yang ditentukan.
Keempat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) membuat suatu program kemandirian perguruan tinggi sebagaimana tercantum dalam salah satu butir HELTS 2003-2010 yakni Authonomi dan Organizational Health. Dua unsur ini sangat penting sekali, karena sangat tidak mungkin suatu lembaga akan dapat berkembang dengan baik tanpa Otonomi (kemandirian) dan organisasi yang sehat. Oleh karenanya, dalam mewujudkan kemandirian perguruan tinggi tentu yang diperlukan adalah kebiasaan (culture) berkompetisi baik kompetisi itu di tingkatan internal (antar unit dalam perguruan tinggi) maupun eksternal (antar perguruan tinggi).
Hal menarik lainnya dari agenda studi banding ini adalah adanya kecenderungan untuk semakin kuatnya semangat sivitas Unisda dalam rangka membangun perguruan tinggi. Ada suatu kenyataan yang berwujud sikap bangga terhadap hasil kerja yang kemudian terapresiasi dalam kunjungan kerja dari sejawat perguruan tinggi lain.
Demikian pula dari Unigoro, ada suatu keyakinan kuat bahwa ia akan dapat terus maju lebih cepat lagi ketika melihat sejawat Unisda sudah mencapai suatu prestasi tertentu. Memang, dalam hidup ini semua harus saling belajar dan berbagi. Bahwa suatu kelebihan pada pihak lain mungkin adalah kekurangan pada pihak kita dan sebaliknya.
Satu hal yang kemudian saya garis bawahi dari pidato Bapak Rektor Unigoro adalah kalau Unisda yang berdiri tahun 1986 sudah mempunyai kemajuan seperti ini, sedangkan Unigoro yang didirikan pada tahun 1981 belum ”sepesat” Unisda. Maka beliau mengumpamakan Unisda = Malaysia dan Unigoro = Indonesia. Beliau mengumpamakan itu dalam konteks percepatan pengembangan.
Bolehlah sivitas akademika Unisda bersyukur dengan hasil yang dicapai. Namun sesungguhnya masih banyak hal yang harus kita perbaiki untuk institusi kita. Karena tanpa perbaikan dan perubahan yang terus menerus pada Unisda, justru akan menjerumuskan Unisda tidak hanya dalam posisi mandek (statis) bahkan juga dalam keterpurukan (burried).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar