Jumat, 18 April 2008

Aptinu dan Pengembangan Perguruan Tinggi NU


Oleh: M. Afif Hasbullah[1]

Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 11 dan 12 April 2008 saya berangkat memenuhi undangan Asosiasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (Aptinu) untuk sebuah acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang mengambil tempat di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung. Semenjak berdirinya Aptinu tahun 2001, saya baru sekali itu menghadiri acara. Bukan apa-apa, ini mengingat hampir tidak pernah ada undangan untuk menghadiri acara-acara Aptinu, apakah seminar ataupun rapat. Pernah sekali, ketika diundang ke Semarang, kalau tidak salah acaranya Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas), tapi karena secara bersamaan saya pun ada acara yang juga penting yakni Rapat Pimpinan (Rapim) Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) wilayah Indonesia timur, maka terpaksa saya wakilkan ke staf untuk menggantikan.
Apa yang saya lihat di dalam acara rapat Aptinu adalah, (maaf) kurangnya respon dari perguruan tinggi (PT) dilingkungan Nahdlatul Ulama (NU) untuk dapat menghadirinya. Ya, dari sisi kehadiran saja PT di lingkungan NU ini pada susah hadir. Padahal tujuan penyelenggaraan Rakernas ini tentu saja untuk membuat suatu strategi dalam rangka pengembangan PT NU menjadi lebih baik, bermutu dan berdaya saing. Saya hanya dapat menduga, apakah tingkat kehadiran yang tidak memuaskan itu karena acaranya yang mendadak, dalam arti undangan baru diterima oleh PT NU rata-rata baru 3 sampai 2 hari menjelang acara, ataukah karena memang respon dari PT NU ini masih belum baik dalam memandang eksistensi dan urgensi dari Aptinu sebagai organ NU dalam rangka membuat suatu pergerakan dan sinergitas strategis perbaikan kualitas PT-PT NU.
Namun demikian, apa yang terjadi di arena Rakernas tersebut, hendaknya tidak menjadikan kendornya semangat para PT pendiri Aptinu atau juga para pengurus yang saat ini memegang tampuk kepemimpinan yang ada. Bahwa, Aptinu harus senantiasa berakselerasi dan menunjukkan kegiatan dan program-program dalam rangka pemberdayaan PT NU. Saya seyakin-yakinnya ketika ada keistiqomahan dari beberapa anggota untuk bergerak bersama, insyaalloh kelak Aptinu akan lebih dilirik oleh PT-PT NU yang saat ini responnya masih kurang.
Lantas siapa sih PT NU itu?, menurut hemat saya PT NU itu mempunyai beberapa klasifikasi. Pertama, PT yang didirikan resmi oleh organisasi NU, jadi semenjak pendirian sampai pengelolaan atau manajemennya diatur dan dipimpin oleh organisasi NU. Kedua, Model PT yang didirikan secara joint antara organisasi resmi NU dengan pihak lain, misalnya dengan aghniya (orang berada atau kaya) di lingkungan NU. Sehingga di dalam pengelolaannya, PT bentuk ini di manaj secara bersama-sama antara NU secara organisatoris dengan pihak yang bekerjasama tersebut. Ketiga, adalah PT NU yang sama sekali organisasi NU tidak terlibat, baik dalam pendirian maupun pengelolaannya. Dalam artian, PT bentuk ini didirikan oleh para loyalis atau para pengikut (jamaah) NU, yang biasanya memang ingin mengembangkan pendidikan yang diwarnai oleh ajaran ahlussunnah wal jamaah (aswaja).
Keempat, PT yang pada awalnya secara organisasi didirikan oleh NU, namun dalam perkembangannya PT ini kemudian secara pengelolaan pindah tangan ke swasta atau kelompok. Kelompok ini tentunya bisa saja masih mempunyai benang merah dengan NU (warga NU), bisa pula sawsta lain yang secara ideologis berbeda. Hal demikian kerap terjadi karena perebutan status kepemilikan lembaga, baik dilakukan secara terang-terangan maupun secara halus atau pelan-pelan.
Kelima, ada pula bentuk PT yang pada awalnya didirikan oleh swasta NU (jamaah NU) secara pribadi atau kelompok, namun tidak melibatkan organisasi NU. Di dalam perkembangannya PT ini kemudian diserahkan pengelolaannya pada organisasi NU. Tentu saja, karena pengelolaan ini diserahkan pada organisasi, maka organisasilah yang selanjutnya mempunyai kewenangan atau otoritas manajerialnya. Proses pemindahan kepemilikannya dapat dilakukan dengan wakaf atau pun jual beli, bahkan dimungkinkan penjualan dengan “harga” yang sangat murah, karena ada niat beramal tentunya.
Saya melihat, belum ada pemetaan tentang model PT NU semacam ini. Yang ini, tentu saja adalah sebagai salah satu bentuk data base yang harus dimiliki oleh Aptinu. Walaupun bentuk-bentuk latar belakang anggota semacam itu tidaklah kemudian menjadikan perbedaan perlakuan atau kekhususan pada anggota satu dibandingkan lainnya. Dus, dengan karakteristik di atas lah yang dapat atau harus diajak untuk sama-sama bergabung.
Di samping itu, untuk kelengkapan data base seyogyanya secara intensif harus mulai didata potensi PT NU dimaksud. Tentu potensi Universitas berbeda dengan yang Institut, Sekolah Tinggi dan Akademi. Ini harus jelas, termasuk sebaran tempatnya ada di mana. Ke depan diharapkan muncul pusat-pusat keunggulan PT-PT NU, misalnya suatu PT NU yang mempunyai keunggulan bidang ilmu kedokteran ada di mana, kemudian yang unggul di bidang ilmu komputer ada di mana, dan seterusnya. Sehingga diharapkan ada semacam pemfokusan dari masing-masing PT yang tentu saja ini harus diimbangi dengan pemetaan jurusan apa harus dibuka di mana. Paling tidak ada semacam kesepahaman zonaisasi jurusan, taruhlah jurusan hukum sudah di buka oleh suatu PT NU di kota X misalnya, maka jurusan yang sama hendaknya tidak dibuka oleh anggota PT NU se daerah.
Dari sudut lain yang harus juga diketahui adalah, ada PT NU yang hanya membuka jurusan agama saja (biasa disebut PTAIS), bisa juga multi fakultas yang membuka jurusan agama dan umum (Universitas) , bisa pula bentuknya adalah institut (banyak jurusan tapi serumpun keilmuan.
Era Kompetisi dan Langkah PT NU
Tidak di rangukan lagi, bahwa saat ini dunia telah melangkah menuju suatu persaingan global, hampir tidak ada sekat lagi antar Negara. Ini semua berlaku dalam banyak lapangan, misalnya ekonomi, perdagangan, pekerjaan, maupun bidang pendidikan. Dunia akan memilih tenaga kerja atau para professional yang berkualitas dan standar pendidikannya memenuhi syarat standar internasional atau accredited dari lembaga-lembaga terpercaya, baik nasional maupun internasional. Mereka para stakeholder tidak mau menerima lulusan yang seperti kucing dalam karung. Semua harus teruji dan terpercaya, baik PT nya maupun SDM lulusannya.
Dalam kondisi semacam itu, mau tidak mau, suka tidak suka, potret persaingan tidak hanya dalam level nasional, namun juga kalangan internasional akan turut (bahkan ada tanda-tanda sudah mulai) bermain dalam penyelenggaraan pendidikan di Negara ini. Lho kok?, Ya, karena bidang pendidikan adalah satu sector yang masuk kategori jasa yang diperjanjikan dalam kesepakatan GATTS yang ditandatangani dan diratifikasi oleh para anggota World Trade Organization (WTO). Indonesia pun, sudah mengeluarkan undang-undang yang meratifikasi ketentuan WTO itu, bahkan Peraturan Pemerintahnya pun sudah keluar. Hal ini diperjelas lagi dengan mulai masuknya rancangan ketentuan tentang bolehnya pihak asing ikut dalam pembiayaan penyelenggaraan (pengelolaan) lembaga pendidikan di Indonesia dengan maksimal penyertaan (saham) 49 persen.
Nah, menyikapi hal ini mestinya para pengelola PT di Indonesia umumnya dan PT NU khususnya, hendaknya dapat mulai bangun dari keterlenaan yang dialami selama ini. Karena ke depan sudah jelas, persaingan bukan hanya milik PT besar namun juga sangat mungkin PT menengah ke bawah akan terkena imbasnya.
Walaupun belum ada data pasti, sepengetahuan saya PT NU rata-rata atau kebanyakan berada dalam zona menengah ke bawah. Yang berposisi PT maju dan mandiri tidak dapat dikatakan mendominasi populasi yang ada. Namun semacam ini, mestinya bukanlah posisi yang teramat jelek. Karena dengan masih adanya PT NU yang berkualifikasi baik atau unggul diharapkan dapat menjadi mentor atau memimpin niat perbaikan terhadap rata-rata PT NU yang lain itu.
Sudah tidak saatnya lagi, PT NU ragu-ragu atau mempunyai pandangan negative dengan kebijakan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang telah diregulasi oleh pemerintah. Memang terasa, bahwa akhir-akhir ini ketentuan penyelenggaraan pendidikan tinggi cenderung ketat. Namun ini mestinya tidak disikapi dengan keraguan atau kemalasan untuk mengikuti aturan tersebut. Karena siapa yang tidak kooperatif, justru akan tertinggal di kemudian hari.
Pengalaman Unisda sendiri menunjukkan, bahwa dengan kooperatif itu akselerasi pengembangan kampus menjadi lebih cepat. Semua diatur sedemikian rupa untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Efek lain adalah, standard dan kualifikasi PT akan mudah diukur. Tentu tidak hanya akreditasi, beberapa kemenangan kompetisi tingkat nasional merupakan salah satu potret factual tentang posisi dan kedudukan suatu PT berdampingan atau sekelas dengan PT yang lain.Oleh karena itu, Aptinu harus segera mengambil langkah-langkah terbaik dalam memacu akselerasi grade PT NU, semuanya tanpa terkecuali. Suatu pekerjaan besar memang, namun apabila ghirah semacam ini senantiasa terpaut dengan khitthah pendirian NU, insyaallah langkah dan program ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Sekali lagi komitmen para pihak di NU sangat diharapkan. Semoga.
[1] Anggota Aptinu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar