Oleh: M. Afif Hasbullah[1]
Ujian Nasional (Unas) adalah program negara, maka tentu saja upaya untuk mensukseskannya merupakan tanggung jawab utama negara, hal ini juga terkait kewajiban konstitusional negara dalam pasal 31 UUD 1945 yakni untuk menjamin terselenggaranya pendidikan nasional. Namun demikian, tanggung jawab negara yang terwujud dari regulasi pendidikan, aparatur pendidikan, infrastruktur pendidikan dan penganggaran pendidikan yang tercakupi dalam sistem pendidikan nasional tidaklah dapat dijalankan oleh negara sendirian tanpa partisipasi semua pihak, yakni pemerintah daerah, pengelola sekolah, tenaga pendidik, orang tua, dan tentu saja para peserta didik.
Telah sekian kalinya Unas diselenggarakan, dengan berbagai pro dan kontra yang melingkupinya Unas terus leading for quality improvement bagi perbaikan mutu sekolah-sekolah di Indonesia dan anak didik bangsa.
Kalau melihat sejarah Unas, dapat dirunut sejak tahun 1950-an yang dikenal dengan istilah ujian penghabisan. Waktu itu soal ujian dirakit di kantor direktorat di Jakarta dan dikirim ke semua kota yang memiliki SMA/SMP. Pada akhir tahun 1969, ujian negara diselenggarakan pada tingkat provinsi dengan istilah Evaluasi Tahap Akhir (Ebta). Ebta diselenggarakan di sekolah-sekolah percobaan milik IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang dan IKIP Malang.
Pada tahun 1971, semua ujian untuk semua tingkat dan jenis sekolah dilakukan oleh setiap sekolah, mulai dari penyiapan soal hingga pada penentuan kelulusan. Akibatnya nilai di satu sekolah tidak dapat dibandingkan dengan sekolah lain, karena standarnya berbeda. Pada sisi lain, model ini tidak memberikan potret yang tepat mengenai nilai siswa yang sesungguhnya.
Tahun 1975 diterapkan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif pada tiap akhir semester yang memberikan kewenangan sekolah untuk meluluskan atau tidak. Sehingga ditemukan ada suatu sekolah yang cenderung mudah dan sukar meluluskan. Hal ini menyebabkan rentang waktu lulus antar sekolah tidak sama.
Dalam upaya untuk senantiasa memperbaiki model evaluasi, maka dimunculkan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Pada Ebtanas, kelulusan siswa ditentukan oleh hasil evaluasi sekolah pada semester 5 (P) dan pada semester 6 (Q) serta hasil Ebtanas (R). Kelulusan siswa ditentukan oleh formula (P+Q+nR)/(2+n). Harapan penggunaan formula ini adalah nilai “n” semakin lama, semakin besar.
Akan tetapi beberapa sekolah menentukan nilai 'n' tetap kecil dan banyak sekolah yang menentukan nilai 'n' setelah diperoleh hasil Ebtanas dengan harapan semua siswa lulus. Pada perkembangannya nilai “n” dari tahun ke tahun tidak menunjukkan peningkatan yang berarti.
Mengingat model tersebut kurang memuaskan, maka lahirlah Ujian Akhir Nasional (UAN) yang kemudian berubah menjadi Unas sesuai dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ditunjuk sebagai badan independen yang menyelenggarakan Unas.
Lantas bagaimana dengan Unas 2008 ini?. Dibandingkan Unas tahun 2007, pada tahun 2008 terdapat beberapa pengembangan sistem yakni: pertama, Unas SD untuk pertama kalinya diselenggarakan; kedua, untuk tingkat SMA/MA terdapat penambahan mata pelajaran yang diujikan dari tiga menjadi enam, misalnya jurusan IPA diujikan Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi, kemudian jurusan IPS diujikan Bahasa Indonesia, Ekonomi, Bahasa Inggris, Geografi, Matematika, Sosiologi. Khusus MA ditambah dengan Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Tasawuf/ Ilmu Kalam. Demikian pula untuk SMP/MTS dari tiga mata uji menjadi empat mata uji, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan IPA.
Ketiga, standar nilai kelulusan untuk setiap jenjang mulai SMA, MA, SMK, SMP hingga SD semua sama, yaitu rata-rata minimal 5,25 dengan tidak ada nilai di bawah 4,25 yang disebut kriteria pertama. Khusus untuk siswa SMK nilai mata pelajaran kompetensi keahlian minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung nilai rata-rata Unas SMK tersebut. Namun bila kriteria di atas tidak tercapai, maka ada kriteria kedua yang mensyaratkan boleh terdapat nilai 4,00 hanya pada satu mata pelajaran yang di-Unas-kan, dan lima mata pelajaran lainnya harus mencapai nilai sekurang-kurangnya 6,00 dan mencapai nilai rata-rata minimal 5,25.
Keempat, mekanisme kerja pemantau independen Unas lebih ditingkatkan. Hal tersebut ditunjukkan dari struktur pemantau yang lebih rinci. Pada tahun lalu selain sekretariat terdapat rayon dan pemantau sekolah, namun saat ini terdapat struktur Sub Rayon yang membawahi setiap 10 sekolah penyelenggara. Lebih lanjut, penguatan tugas pemantau independen dapat dilihat dengan diberikannya kewenangan pemantau sekolah untuk membubuhkan tanda tangan pada berita acara lembar jawaban. Hal demikian tidak dijumpai pada tahun lalu, sehingga fungsi pemantau hanya melihat, mencatat dan melaporkan. Selain itu, Unas 2008 memberi peluang sekolah-sekolah penggabung -- dengan syarat dan kondisi tertentu -- untuk diawasi oleh pemantau independen, kalau dibandingkan dengan tahun lalu maka hanya sekolah penyelenggara saja yang diberikan pemantau independen.
Kesiapan Unas
Mencermati beberapa hal baru yang diatur dalam Unas tersebut, seluruh pihak yang terkait dengan kesuksesan penyelenggaraan Unas dituntut untuk mempersiapkan sedemikian rupa agar senantiasa terjadi peningkatan kualitas dan mutu penyelenggaraan Unas tahun ini. Sebagai suatu catatan yang tidak boleh dilupakan demikian saja adalah munculnya kejadian-kejadian negatif pada Unas tahun sebelumnya yang sedikit banyak telah mencoreng dunia pendidikan. Laporan investigatif yang terekam oleh BSNP menunjukkan bahwa pada tahun lalu terdapat kecurangan pelaksanaan Unas yang dilakukan pihak sekolah dengan membocorkan jawaban soal-soal Unas. Depdiknas menginvestigasi sebanyak 37 kasus pelanggaran Unas, di antara kasus tersebut sebagian besar berupa penyimpangan Prosedur Operasi Standar (POS) Unas. Terhadap kecurangan tersebut, Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Depdiknas telah mempunyai peta sekolah-sekolah yang diduga tidak jujur dalam pelaksanaan Unas. Penilaian itu bisa dilihat dari perhitungan mengenai hubungan kelulusan, prestasi belajar, dan koefisien obyektivitas (Kompas, 25 Maret 2008). Laporan BSNP pada pelaksanaan Unas tahun lalu juga menunjukkan bahwa beberapa pelanggaran POS memang terbukti, namun sayangnya release terhadap sekolah-sekolah pelanggar POS masih belum dapat dipublikasikan karena tidak diijinkan Mendiknas.
Mendiknas bahkan berjanji akan menindak keras pihak-pihak yang melakukan kecurangan dalam pelaksanaan Unas. Sanksi yang lebih tegas ini dalam upaya pembelajaran kepada masyarakat bahwa lulus dan tidak lulus dalam evaluasi di sekolah merupakan hal yang lumrah. Tindakan tegas Mendiknas itu berupa pembatalan kelulusan jika kecurangan itu dilakukan oleh peserta dan rekomendasi pemecatan kepada pemerintah daerah apabila yang melanggar merupakan oknum guru.
Merupakan harga mati, bahwa Unas harus disukseskan bersama. Perubahan regulasi tentang Unas tahun ini hendaknya dianggap sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Bagi pengelola satuan pendidikan, ke depan diharapkan lebih terlecut untuk berinovasi dalam melaksanakan proses belajar mengajar sesuai standar kompetensi yang telah ditentukan. Bagi para siswa hendaknya lebih tekun belajar. Ada baiknya pula para siswa mempersiapkan sedini mungkin, empat resep sukses berikut hendaknya dapat dijadikan pegangan buat para siswa: pertama, siap akademik, yakni sejauh mana penguasaan siswa terhadap Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah disosialisasikan oleh pemerintah. Tentu peran para guru dalam membuat peta konsep dan kisi-kisi akan sangat bermanfaat buat siswa. Kedua, siap teknis, hendaknya para siswa sudah sangat familiar dalam pengisian form Lembar Jawaban Komputer (LJK). Ketiga, siap mental, para siswa hendaknya secara psikologis tidak terlalu terbebani oleh Unas, karena hal tersebut justru menjadi penghambat secara mental dalam pengerjaan soal. Hari-hari yang terasa panjang dalam menghadapi Unas hendaknya diisi dengan penguatan mental seperti berdoa dan mendekatkan diri pada Allah; dan keempat, siap sehat, hendaknya dalam mempersiapkan Unas para siswa dapat menjaga kesehatan jasmaninya sehingga tidak terforsir belajar yang berakibat melupakan kondisi badan, apalagi melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu sudah saatnya untuk ditinggalkan. Akhirnya, selamat Unas 2008!
[1] Rektor Unisda Lamongan dan Penanggungjawab Tim Pemantau Independen Unas 2008 Kab. Lamongan.
Ujian Nasional (Unas) adalah program negara, maka tentu saja upaya untuk mensukseskannya merupakan tanggung jawab utama negara, hal ini juga terkait kewajiban konstitusional negara dalam pasal 31 UUD 1945 yakni untuk menjamin terselenggaranya pendidikan nasional. Namun demikian, tanggung jawab negara yang terwujud dari regulasi pendidikan, aparatur pendidikan, infrastruktur pendidikan dan penganggaran pendidikan yang tercakupi dalam sistem pendidikan nasional tidaklah dapat dijalankan oleh negara sendirian tanpa partisipasi semua pihak, yakni pemerintah daerah, pengelola sekolah, tenaga pendidik, orang tua, dan tentu saja para peserta didik.
Telah sekian kalinya Unas diselenggarakan, dengan berbagai pro dan kontra yang melingkupinya Unas terus leading for quality improvement bagi perbaikan mutu sekolah-sekolah di Indonesia dan anak didik bangsa.
Kalau melihat sejarah Unas, dapat dirunut sejak tahun 1950-an yang dikenal dengan istilah ujian penghabisan. Waktu itu soal ujian dirakit di kantor direktorat di Jakarta dan dikirim ke semua kota yang memiliki SMA/SMP. Pada akhir tahun 1969, ujian negara diselenggarakan pada tingkat provinsi dengan istilah Evaluasi Tahap Akhir (Ebta). Ebta diselenggarakan di sekolah-sekolah percobaan milik IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang dan IKIP Malang.
Pada tahun 1971, semua ujian untuk semua tingkat dan jenis sekolah dilakukan oleh setiap sekolah, mulai dari penyiapan soal hingga pada penentuan kelulusan. Akibatnya nilai di satu sekolah tidak dapat dibandingkan dengan sekolah lain, karena standarnya berbeda. Pada sisi lain, model ini tidak memberikan potret yang tepat mengenai nilai siswa yang sesungguhnya.
Tahun 1975 diterapkan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif pada tiap akhir semester yang memberikan kewenangan sekolah untuk meluluskan atau tidak. Sehingga ditemukan ada suatu sekolah yang cenderung mudah dan sukar meluluskan. Hal ini menyebabkan rentang waktu lulus antar sekolah tidak sama.
Dalam upaya untuk senantiasa memperbaiki model evaluasi, maka dimunculkan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Pada Ebtanas, kelulusan siswa ditentukan oleh hasil evaluasi sekolah pada semester 5 (P) dan pada semester 6 (Q) serta hasil Ebtanas (R). Kelulusan siswa ditentukan oleh formula (P+Q+nR)/(2+n). Harapan penggunaan formula ini adalah nilai “n” semakin lama, semakin besar.
Akan tetapi beberapa sekolah menentukan nilai 'n' tetap kecil dan banyak sekolah yang menentukan nilai 'n' setelah diperoleh hasil Ebtanas dengan harapan semua siswa lulus. Pada perkembangannya nilai “n” dari tahun ke tahun tidak menunjukkan peningkatan yang berarti.
Mengingat model tersebut kurang memuaskan, maka lahirlah Ujian Akhir Nasional (UAN) yang kemudian berubah menjadi Unas sesuai dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ditunjuk sebagai badan independen yang menyelenggarakan Unas.
Lantas bagaimana dengan Unas 2008 ini?. Dibandingkan Unas tahun 2007, pada tahun 2008 terdapat beberapa pengembangan sistem yakni: pertama, Unas SD untuk pertama kalinya diselenggarakan; kedua, untuk tingkat SMA/MA terdapat penambahan mata pelajaran yang diujikan dari tiga menjadi enam, misalnya jurusan IPA diujikan Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi, kemudian jurusan IPS diujikan Bahasa Indonesia, Ekonomi, Bahasa Inggris, Geografi, Matematika, Sosiologi. Khusus MA ditambah dengan Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Tasawuf/ Ilmu Kalam. Demikian pula untuk SMP/MTS dari tiga mata uji menjadi empat mata uji, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan IPA.
Ketiga, standar nilai kelulusan untuk setiap jenjang mulai SMA, MA, SMK, SMP hingga SD semua sama, yaitu rata-rata minimal 5,25 dengan tidak ada nilai di bawah 4,25 yang disebut kriteria pertama. Khusus untuk siswa SMK nilai mata pelajaran kompetensi keahlian minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung nilai rata-rata Unas SMK tersebut. Namun bila kriteria di atas tidak tercapai, maka ada kriteria kedua yang mensyaratkan boleh terdapat nilai 4,00 hanya pada satu mata pelajaran yang di-Unas-kan, dan lima mata pelajaran lainnya harus mencapai nilai sekurang-kurangnya 6,00 dan mencapai nilai rata-rata minimal 5,25.
Keempat, mekanisme kerja pemantau independen Unas lebih ditingkatkan. Hal tersebut ditunjukkan dari struktur pemantau yang lebih rinci. Pada tahun lalu selain sekretariat terdapat rayon dan pemantau sekolah, namun saat ini terdapat struktur Sub Rayon yang membawahi setiap 10 sekolah penyelenggara. Lebih lanjut, penguatan tugas pemantau independen dapat dilihat dengan diberikannya kewenangan pemantau sekolah untuk membubuhkan tanda tangan pada berita acara lembar jawaban. Hal demikian tidak dijumpai pada tahun lalu, sehingga fungsi pemantau hanya melihat, mencatat dan melaporkan. Selain itu, Unas 2008 memberi peluang sekolah-sekolah penggabung -- dengan syarat dan kondisi tertentu -- untuk diawasi oleh pemantau independen, kalau dibandingkan dengan tahun lalu maka hanya sekolah penyelenggara saja yang diberikan pemantau independen.
Kesiapan Unas
Mencermati beberapa hal baru yang diatur dalam Unas tersebut, seluruh pihak yang terkait dengan kesuksesan penyelenggaraan Unas dituntut untuk mempersiapkan sedemikian rupa agar senantiasa terjadi peningkatan kualitas dan mutu penyelenggaraan Unas tahun ini. Sebagai suatu catatan yang tidak boleh dilupakan demikian saja adalah munculnya kejadian-kejadian negatif pada Unas tahun sebelumnya yang sedikit banyak telah mencoreng dunia pendidikan. Laporan investigatif yang terekam oleh BSNP menunjukkan bahwa pada tahun lalu terdapat kecurangan pelaksanaan Unas yang dilakukan pihak sekolah dengan membocorkan jawaban soal-soal Unas. Depdiknas menginvestigasi sebanyak 37 kasus pelanggaran Unas, di antara kasus tersebut sebagian besar berupa penyimpangan Prosedur Operasi Standar (POS) Unas. Terhadap kecurangan tersebut, Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Depdiknas telah mempunyai peta sekolah-sekolah yang diduga tidak jujur dalam pelaksanaan Unas. Penilaian itu bisa dilihat dari perhitungan mengenai hubungan kelulusan, prestasi belajar, dan koefisien obyektivitas (Kompas, 25 Maret 2008). Laporan BSNP pada pelaksanaan Unas tahun lalu juga menunjukkan bahwa beberapa pelanggaran POS memang terbukti, namun sayangnya release terhadap sekolah-sekolah pelanggar POS masih belum dapat dipublikasikan karena tidak diijinkan Mendiknas.
Mendiknas bahkan berjanji akan menindak keras pihak-pihak yang melakukan kecurangan dalam pelaksanaan Unas. Sanksi yang lebih tegas ini dalam upaya pembelajaran kepada masyarakat bahwa lulus dan tidak lulus dalam evaluasi di sekolah merupakan hal yang lumrah. Tindakan tegas Mendiknas itu berupa pembatalan kelulusan jika kecurangan itu dilakukan oleh peserta dan rekomendasi pemecatan kepada pemerintah daerah apabila yang melanggar merupakan oknum guru.
Merupakan harga mati, bahwa Unas harus disukseskan bersama. Perubahan regulasi tentang Unas tahun ini hendaknya dianggap sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Bagi pengelola satuan pendidikan, ke depan diharapkan lebih terlecut untuk berinovasi dalam melaksanakan proses belajar mengajar sesuai standar kompetensi yang telah ditentukan. Bagi para siswa hendaknya lebih tekun belajar. Ada baiknya pula para siswa mempersiapkan sedini mungkin, empat resep sukses berikut hendaknya dapat dijadikan pegangan buat para siswa: pertama, siap akademik, yakni sejauh mana penguasaan siswa terhadap Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah disosialisasikan oleh pemerintah. Tentu peran para guru dalam membuat peta konsep dan kisi-kisi akan sangat bermanfaat buat siswa. Kedua, siap teknis, hendaknya para siswa sudah sangat familiar dalam pengisian form Lembar Jawaban Komputer (LJK). Ketiga, siap mental, para siswa hendaknya secara psikologis tidak terlalu terbebani oleh Unas, karena hal tersebut justru menjadi penghambat secara mental dalam pengerjaan soal. Hari-hari yang terasa panjang dalam menghadapi Unas hendaknya diisi dengan penguatan mental seperti berdoa dan mendekatkan diri pada Allah; dan keempat, siap sehat, hendaknya dalam mempersiapkan Unas para siswa dapat menjaga kesehatan jasmaninya sehingga tidak terforsir belajar yang berakibat melupakan kondisi badan, apalagi melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu sudah saatnya untuk ditinggalkan. Akhirnya, selamat Unas 2008!
[1] Rektor Unisda Lamongan dan Penanggungjawab Tim Pemantau Independen Unas 2008 Kab. Lamongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar